Menjelang bulan Ramadan, undangan berbuka puasa bersama pun sudah datang menghampiri lewat obrolan di beberapa grup whatsapp. Namun akhir-akhir ini saya tidak terlalu mempedulikannya.
Maklum, sebagai perantauan yang kini kembali ke kampung halaman, kini saya tidak punya banyak teman di kota kelahiranku, kota Pati.
Sebenarnya, ada beberapa teman lama dari jaman SMA yang juga masih menetap di kota Pati ini, namun saya tidak terlalu dekat dan sama sekali tidak berkomunikasi lagi usai lulus SMA.
Meski kami masih terhubung di sosial media sebagai teman, namun intensitasnya lebih mirip sebagai follower ketimbang teman. Terakhir saya berinteraksi dengan mereka adalah saat ajang reuni akbar beberapa tahun silam.
Seiring berjalannya waktu, nuansa dari pertemuan dengan teman lama pun menjadi semakin berubah. Sudah tak ada lagi nostalgia masa lalu.
Tidak ada lagi cerita-cerita mengenai kebodohan, kekonyolan, atau kejenakaan masa sekolah yang biasanya menjadi bahan obrolan dan ledekan.
Sebaliknya, percakapan kini lebih cenderung membahas tentang situasi dan rencana di masa sekarang dan yang akan datang. Topik yang sering muncul mencakup tentang keluarga, karier, dan pencapaian dalam hidup masing-masing.
Ada beberapa alasan mengapa saya enggan untuk memenuhi ajakan berbuka puasa bersama teman lama, antara lain:
1. Jarak Waktu: Semakin lama waktu telah berlalu sejak kelulusan, semakin besar pula kemungkinan teman-teman dan juga saya telah menjalin kehidupan baru, baik itu dalam hal pekerjaan, keluarga, atau lingkaran sosial.
Bagi beberapa orang, menghadiri bukber untuk sekadar reuni sekolah bisa terasa seperti mengunjungi masa lalu yang jauh, yang mungkin tidak lagi relevan atau penting.