Indonesia memiliki begitu banyak sumber daya alam yang melimpah dan mampu berkontribusi dalam mendorong perekonomian masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Namun ancaman akan sumber penghasilan masyarakat yang bergantung pada sektor hutan pun masih sering terjadi sehingga memicu konflik antara masyarakat dan perusahaan yang berbasis industri lahan. Contohnya di Provinsi Papua dan Papua Barat atau yang disebut Tanah Papua.
Disana banyak terjadi ketidak sesuaian rencana tata kelola lahan dengan realisasinya di lapangan. Ada pula tumpang tindih izin pertambangan, perkebunan sawit dan kehutanan yang membuat masyarakat adat di tanah Papau tidak mendapatkan ruang yang semestinya dalam tata kelola lahan.
Oleh karena itu, The Asia Foundation menginisiasi program SETAPAK, Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Perbaikan Tata Kelola untuk mendorong tata kelola hutan dan lahan melalui keterbukaan infromasi publik, penegakkan hukum, pendekatan berbasis gender dan kebijakan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Program SETAPAK ini pun menggelar pertemuan Forestival 2018 yang merupakan forum pertemuan masyarakat sipil yang aktif dalam mendorong tata kelola hutan dan lahan di wilayah masing-masing. Tujuannya sebagai sarana evaluasi dan diskusi bagi program SETAPAK untuk kepastian tata kelola dan penegakkan hukum yang bersih, adil dan berkelanjutan.
Pada hari Rabu, 31 Oktober 2018, bertempat di hotel Harris Vertu Harmoni, Hayam Wuruk, Jakarta, Forestival menghadirkan narasumber Sukma Violetta, Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Indro Sugianto, Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Diskusi ini ditujukan untuk membahas tentang pengaduan dan pengawasan terhadap kasus-kasus sumber daya alam di sejumlah daerah dan bagaimana proses penegakkan hukum bersama CSO dari 14 provinsi di Indonesia.
Sepanjang tahun 2016 hingga 2018, terdapat 33 pengaduan yang disampaikan mastarakat sipil dari sejumlah provinsi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap 128 perusahaan berbasis industri lahan yang melanggar untuk ditindak lanjuti.
Hal ini mengakibatkan masyarakat kehilangan sumber mata pencahariannya dari hutan, dan tidak jarang memicu konflik antara masyarakat dan perusahan berbasis industri lahan.
Menurut Sukma Violetta, masyarakat bisa melakukan pengaduan ke komisi yudisial lewat pos dan email. Pengaduan ini akan medapatkan nomor registrasi untuk melihat update data terbaru terhadap kasus tersebut. Lebih lanjut Sukma juga menjelaskan bahwa Komisi yudisial bisa memberikan 2nd line enforcement untuk membantu KLH melakukan penegakkan hukum lingkungan secara administratif.
Kasus-kasus SDA pada intinya tidak bisa dilihat sebagai kasus tunggal. Menurut Indro Sugianto, kasus yang berkaitan dengan SDA di Indonesia selalu terkait dengan banyak masalah dan terintegrasi dengan banyak lembaga.
Itu sebabnya kasus sumber daya alam butuh banyak pendekatan hukum. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia sendiri memiliki 3 aspek, yaitu Pidana, Keperdataan dan Hukum Adminsitrasi.