Kemiskinan di Kampung Pengemis
Kampung Pengemis ada disebabkan adanya perubahan sosial yang terjadi di dalam daerah yang dahulunya adalah perkebunan sawit dan sisanya adalah lahan kosong.
Perubahan di Kampung Pengemis ditandai dengan adanya urbanisasi yang dilakukan oleh beberapa kepala keluarga dari wilayah Cianjur dan Sukabumi. Beberapa diantara masyarakat yang tinggal di Kampung Pengemis tersebut memiliki mata pencaharian sebagai pengemis dan pemulung.
Dari tahun ke tahun banyak masyarakat dari berbagai wilayah seperti Sukabumi, Karawang, dan Cikarang melakukan urbanisasi ke Kampung Pengemis Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat untuk menyewa lahan kosong untuk dijadikan tempat tinggal. Kebanyakan dari mereka merupakan keluarga yang bermata pencaharian sebagai pengemis, pemulung, anak jalanan, dan pedagang.
Sehingga sebelum bernama Kampung Pengemis, Kampung Pengemis dinamai oleh masyarakat sekitar dengan nama Kampung Beling disebabkan rata-rata mata pencaharian sebagian masyarakatnya adalah pemulung yang mengumpulkan botol-botol kaca yang memenuhi pemukiman Kampung Pengemis tersebut.
Tidak hanya itu, Kampung ini mendapatkan stereotip mengenai nama kampung tersebut diantaranya, yakni (1) Kampung Mongol, yang memiliki arti berhuni orang-orang kurang beradab, (2) Kampung Kaleng, disebabkan rata-rata mata pencaharian yang dilakukan oleh warga sebagai pemulung, dan (3) Kampung Hitam yang memiliki merepresentasikan pahit dan suramnya kehidupan.
Pada tahun sebelum 2015, warga Kampung Pengemis tidak tercatat ke dalam sensus kependudukan. Hal ini menyebabkan Kampung Pengemis tidak mendapatkan perhatian dari Pemerintah Kota dan juga Dinas Sosial Kota Bogor. Berletak di pemukiman lahan Kampung Ciheleut Pakuan, wilayah Kampung Pengemis tidak terlalu
Mata Pencaharian
Pada tahun 1980-an Kampung Pengemis identik sebagai kaum pengemis dibandingkan dengan menjadi pemulung yang jumlahnya minor. Sebelum tahun 2015 masih banyak dari masyarakatnya bekerja sebagai pemulung, anak jalanan bahkan menjadi preman serta pekerja seks komersil (PSK).
Stigma yang dilontarkan oleh masyarakat sekitar dengan sebutan Kampung Mongol telah menjadi stereotip Kampung Pengemis. Banyak dari mereka hanya mengandalkan menjadi pengemis setiap harinya, umumnya mereka akan mengemis disekitaran wilayah Bogor Tengah. Namun, ada juga yang mengemis di Stasiun Bogor yang umumnya mengemis dengan cara mengeksploitasi balita untuk menarik simpati orang-orang.
Selain itu juga, banyak anak-anak yang tidak mengeyam pendidikan sehingga mengikuti jejak orang tuanya untuk mengemis. Berbeda dengan Kampung RT 005 RW 006, kehidupan kampung diatasnya rata-rata memiliki pekerjaan sebagai pedagang, karyawan pabrik dan lain sebagainya.