Hati itu dipilih bukan memilih, Bertahan atau melepaskan, itu tergantung hatimu, hatimu yang tahu (Wayan, Perahu Kertas 2)
Inilah tagline Perahu Kertas 2, menjadi semacam pesan moral yang ingin disampaikan film kepada penontonnya, tentang Kugy yang akhirnya 'pensiun' dari agen Neptunus karena sudah melabuhkan hatinya. Tentang Remi dan Luhde yang memilih melepaskan Kugy maupun Keenan untuk saling 'dipilih' satu sama lain. Tentang Andri yang mengikhlaskan jalan hidup Keenan, anaknya, sesuai kemauan si anak. Bukan bermaksud 'spoiler', as well as we know kan yaa, kalau Perahu Kertas endingnya bakal kekmana. Meski sudah khatam novelnya, meski sudah nonton versi pertamanya dan sebagian pengamat kurang puas dengan versi pertama movienya, tetep saja tidak menurunkan euphoria masyarakat untuk berlayar bersama perahu kertas the movie episode ke dua.
Saya pun, menyempatkan diri menontonnya bersama genk rangers, meski hanya berempat, dan menuai pandangan orang sebagai double date *abaikan*. Komentar spontan dan cekikak-cekikik norak kami di beberapa scene termasuk ketika Remi (Reza Rahardian) uring-uringan ditinggal pergi Kugy tanpa pamit, membuat saya saya dan seorang teman berebut 'maksa' brasa ikot main film seolah menjadi pelipur laranya (nya refers to Remi). Don't try this bad habit at the cinema, deh, cuman bakal menuai tatapan sinis pemirsa sebiskop raya.
Grafis balon lope-lope menjadi opening yang saya rasa sedikit agak norak dan mengganggu, padahal animasi perahu kertasnya di atas gelombang sudah oke. Kemunculan Kugy kecil menghapus image hoax saya terhadap wacana terdahulu tentang Afiqah yang dielu-elukan ikut bermain di perahu kertas. adegan flash back dari perahu kertas 1 di scene pernikahan noni-eko dan pertemuan antara kugy-keenan yang di novel dapet feelnya, tapi entah kenapa saya ngerasa hambar di versi movienya. Kisah pun bergulir dengan surprise perjalanan persembahan Keenan untuk Kugy menuju pesisir Selatan Jawa Barat demi 'menyambang si Neptunus', spot sebuah pantai karang yang saya yakin pasca perahu kertas 2 akan menjadi destinasi masyarakat. Road trip berlanjut menuju Bandung, spot Sakola Alit yang ternyata sedang tersentuh campur tangan pihak pengembang untuk disulap menjadi kawasan real estate. Kisah Pilik, salah satu anak didik Kugy, yang ternyata telah tiada, menorehkan kesedihan mendalam bagi Kugy sekaligus mencambuknya untuk kembali menulis dongeng. Didukung oleh Keenan, mereka berdua kembali menyusun mimpi menjadi partner penulis-ilustrator. Sampai di sini, tetap saja saya nggak nemu feel antara Kugy dan Keenan seperti yang ada di novel. Saya justru berharap cerita berubah dengan happy ending Kugy-Remi di versi film. Selebihnya, adegan sepanjang film seperti setrikaan bolak-balik setting Jakarta-Bali yang macem Surabaya-Sidoarjo, bisa ditempuh dalam waktu nggak sampe setengah jam. Pertemuan demi pertemuan yang sebenarnya menjadi kunci cerita, antara Keenan-Remi maupun Kugy-Luhde, terasa begitu 'kurang bernyawa' ketika lewat di depan penonton.
Harus diakui, akting Maudy cukup bagus membungkus karakter Kugy beserta emosinya. Agak nyesel kenapa saya nggak prepare tissue buat nonton film ini. Nggak sampe bikin banjir biskop, tapi di beberapa adegan kegalauan Kugy sempat mengimbas mata saya jadi becek. Entah karakter Keenannya yang nggak dapet di tangan Adipati Dolken, entah sutradara yang kurang galak, entah karena kurang sound efek di beberapa scene, entah naskah film yang memang kurang kena untuk diadaptasi, yang jelas untuk membandingkannya dari versi novel, filmnya terasa jauh sekali untuk saya yang sempat sampai terkenang-kenang beberapa hari pasca membaca novelnya. Satu hal yang membuat saya terpana, tabung gambar Keenan yang bentuk pensil segede bazooka, melempar saya ke masa-masa awal kuliah, ketika dengan penuh rasa bangga bisa menenteng tabung gambar kemana-mana, dari kampus, kos hingga pulang kampung ke desa. Yang model macem itu belinya dimana yak?
foto diambil semena-mena dari http://www.republika.co.id/berita/senggang/film/12/10/01/mb81re-perahu-kertas-2-pelabuhan-cinta-kugy-keenan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H