Media massa merupakan sarana yang memuat berbagai informasi mengenai pengetahuan, wawasan, dan kronologi di alam sekitar yang dikonsumsi oleh khalayak ramai. Dapat dikatakan bahwa media massa sebagai penggali informasi ekonomi, sosial, edukasi, politik, dan religi.
Semua informasi atau berita yang termuat dalam media massa semata-semata ditujukan kepada masyarakat agar masayarakat tidak mengalami keterbelakangan mengenai isu-isu yang sedang membumi pada masanya. Namun realitanya berbalik, kondisi media massa kurang sesuai dengan misi yang diembannya.
Maraknya berita hoax (tipuan) sebagai salah satu tanda penurunan kualitas terahadap media massa. Bisa jadi disebabkan oleh pihak tertentu (pembuat berita) yang hanya ingin mengais keuntungan semata tanpa menitikberatkan dampak dari suatu yang dilakukannya.
Saat ini kondisi media massa yang tersebar, sebagian bukan berdasarkan data yang faktual dan aktual melainkan konten dan viewer(penonton). Tak mau tahu fakta yang penting viral, khusunya media massa yang berbentuk online (media siber). Itulah kesan media massa yang dirasakan oleh netizen (pengguna internet).
Terjadi dalam channel Youtube, semakin banyak viewer (penonton) yang mengunjunginya maka semakin banyak pula keuntungan yang didapat oleh pemilik akun youtube. Karena disponsorori oleh beberapa iklan yang ikut tayang sejenak ketika channel tersebut sedang ditonton.
Kemudian media massa hanya mencari apa yang disukai masyarakat bukan apa yang dibutuhkan masyarakat. Secara kontekstual, fungsi media massa sedikit tergeser. Mulanya sebagai wadah informasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat,. Namun saat ini esensi dari fungsi tersebut hanya untuk kesenangan saja, mungkin dalam masa yang singkat, atau bahkan dalam hitungan jam.
Setelah itu tidak menimbulkan bekas yang memberi kemanfaatan. Misalnya : gosip simpang siur selebritis. Iya, masyarakat lebih penasaran terhadap gosip. Jelas ini memberi ruang cela terhadap para pemberita. Semakin mudah mereka mencari simpatisan dari khalayak mengenai berita yang ia buat. Padahal kebenaran berita tersebut keakurasiannya belum terjamin.
Dalam beberapa channel stasiun televisi (media elektronik), acara settingan lebih semarak dibanding acara yang berbau berita atau infomasi. Sinetron lebih diminati oleh khalayak. Sedangkan berita atau informasi seputar kejadian di alam sekitar diminati oleh jumlah yang minoritas. Miris memang, terkadang dalam sinetron tersebut ditemukan norma atau nilai yang kurang mendidik. Dalam berita pun demikian, terjadinya kerasisan antar golongan masing-masing demi mendukung jagoan tokoh politik yang mereka segani.
Selain media siber dan elektronik yang keakurasian dan kualitasnya kurang terjamin, sering kali dalam media cetak ditemukan kesalahan dalam penyampaian berita baik berupa surat kabar, majalah, dan tabloid. Kesalahan dalam media cetak relatif kecil, mungkin hanya kesalahan dari sebagian tulisan yang dapat menimbulkan penafsiran ganda dalam memahaminya atau mungkin hanya kesalahpahaman dari pewawancara dalam memperoleh berita dari narasumbernya.
Sebab hingga saat ini media yang patut dipercayai adalah media cetak. Karena media siber dan elektronik muncul dari sebuah perkataan atau omongan, yang seingkali bahkan dengan mudahnya menimbulkan suatu kebohongan (hoax). Mengaca dari para perawi hadits pun tidak menutup kemungkinan untuk berbohong, bisa jadi karena kurang dhabith (lemah hafalannya), kurang tsiqqah (terpecaya) sehingga mereka membuat hadist dengan mengada-ngada dan jadilah hadits palsu (hadits maudhu').
Seharusnya media massa tidak mementingkan pihak yang ingin menguasainya, baik dalam ajang bisnis(ekonomi) maupun politik. Idealnya, media massa berfungsi sebagaimana mestinya. Media massa harus berfungsi sebagaiamana misi yang diembannya yaitu menyampiakan infromasi atau kejadian alam sekitar yang bersifat faktual dan aktual tanpa embel-embel (mengada-ada) sedikitpun.