Lihat ke Halaman Asli

Nurul Hikmah

Mahasiswa Ilmu Hukum di Universitas Islam Negri Walisongo Semarang

Permendikbudristek PPKS Untuk Siapa?

Diperbarui: 12 November 2021   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gue salah satu manusia yang mengawal RUU PKS sebelum jadi Permendikbud ristek PPKS, secara harfiah sama aja sebenernya artinya gak ada bedanya. Cuma yang sangat di sayangkan waktu peraturan ini di keluarkan concern nya terlalu banyak di perguruan tinggi, meskipun untuk seluruh masyarakat Indonesia gue rasa agak aneh si kemaren-kemaren RUU PKS ini jadi bahan yang paling sering diabaikan tiba-tiba jadi sorotan, gak mau buruk sangka juga sih, tapi gak menutup kemungkinan ini bisa jadi objek potensial politik buat ngambil hati mahasiswa dan aktivis penggerak.


Progam mendikbud ristek yang lagi happening sekarang emang udah keren banget si menurut gue, apalagi ditambah issue panas tentang salah satu universitas yang punya dosen bermasalah terkait pelecehan seksual dalam kampus, makin di gaungkan lah si-PPKS ini, makin viral lah si Undang-Undang ini.

Bukannya ingin mengompori, tapi menurut gue masalah terkait pelecehan seksual dasar nya bukan hanya dalam ranah universitas atau kampus aja, bisa dibilang ranah luasnya adalah seluruh masyarakat meliputi mahasiswa dan siswa itu sendiri. Mungkin agak terlalu berlebihan jika fokusnya hanya pada pelecehan seksual dalam kampus, padahal dalam artian luas anak SD, SMP, atau SMA pun besar kemungkinan bisa menjadi sasaran pelecehan seksual.

Belum lama ini ada juga kasus viral mengenai korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual dalam lingkup ruang kerja. Masalah tentang bagaimana karyawan KPAI yang harusnya tau batasan antara etika dan moral malah menjadi salah satu tersangka pada kasus tersebut.  Seperti yang kita tau 8 dari 10 lelaki jika mengalami pelecehan seksual tidak akan mereka ungkit dan dipublish pada khalayak umum karena mereka fikir itu mencedrai kejantanan nya sebagai laki-laki. Namun dalam kasus ini korban berani speak up terkait masalahnya tersebut.

Artinya pelecehan seksual bukan hanya terjadi pada wanita namun pria juga bisa menjadi korban. Dalam hal ini PPKS bukan hanya menjadi pegangan untuk masalah krusial kampus namun kegunaannya lebih dari itu. Orang cendrung menyorot masalah ini lewat sosial media, sosial media menjadi sarana baru untuk menggaungkan hal-hal yang tidak digubris pihak berwenang. Akhirnya kemunculan media sosial dan segala pasal karetnya menjerumuskan pada yang salah, lalu menenggelamkan yang benar.

PPKS harusnya dilihat dari fungsi dan tujuannya, gue rasa kalo bapak nadiem makarim Cuma bahas tentang fungsi agak kurang fair aja si, yang jadi fokus beliau Cuma anak kuliah plus gak jauh-jauh dari kampus, gak mau buruk sangka juga sih, tapi tetep waspada kan boleh. Gue takut PPKS yang ditawarkan pada mahasiswa dijadikan tameng buat kepentingan politik, kan tau gimana gedenya suara mahasiswa dalam menggerak kan masyarakat luas.

Gue sebagai salah satu mahasiswa perguruan tinggi gak menutup kemungkinan kalo orang sekitar gue pasti ada yang punya trauma kurang enak mengenai masalah pelecehan seksual di kampus, action gue kalo tau pasti seratus persen gue akan support si penyintas sampai meja hijau, mau yang jadi pelaku nya ada dalam lingkup yang gue kenal atau pun engga, yang pasti bakal gue temenin si penyintas sampai semua beres dan pelaku dihukum sesuai dengan apa yang dia perbuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline