"Berdasarkan hasil keputusan bersama Menteri Pendayagunaan dan RB, Menteri Agama dan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, SKB no 2 / 2011 / Kep. / Men / V / 2011 dan SKB/01/M.Pan-RB/05/2011 , maka Hari Senin, Tanggal 16 Mei 2011 dinyatakan sebaga Cuti Bersama," demikian siaran pers tersebut. (detik.com)
Hanya sebait kalimat dari sebuah berita/artikel yang menyulut kehebohan di beberapa instansi pemerintah terutama instansi yang memiliki unit pelayanan. Betapa tidak, siaran pers itu di rilis tepat menjelang jam pulang kantor untuk daerah WIB, bahkan sudah 2 jam sejak pulang untuk daerah Indonesia bagian timur. Belum lagi kalimat menggantung dari Menko Kesra Agung Laksono, beliau menyatakan, PNS dipersilakan libur pada 16 Mei dengan lebih dulu berkoordinasi dengan atasan instansi masing-masing.
Penulis sendiri kebetulan berada di bawah instansi vertikal, sehingga setiap keputusan harus mengikuti penegasan unit pusat, bahkan kementerian.... Bisa dibayangkan ketika jam sudah mepet jam pulang kantor, sementara penegasan belum juga ada, pasti pegawai pada gelisah dan harap-harap cemas. Belum lagi rencana pekerjaan yang harus diselesaikan pada hari Senin karena jatuh tempo dan sebagainya.
Apa beliau yang hebat itu, yang mebuat SKB tidak memikirkan orang kecil seperti kami-kami ini, ada beberapa aspek yang menurut saya sama sekali tidak dipertimbangkan ketika mengambil keputusan yang sangat tergesa-gesa tanpa perencanaan seperti itu:
1. Dari sisi pegawai, kalau cuti bersama ditambah maka semakin berkurang hak cuti yang bisa digunakan pada moment tertentu seperti libur anak sekolah, atau menikahkan anak atau acara lainnya. Belum lagi perencanaan pulang untuk teman-teman yang bertugas jauh dari keluarga, berapa banyak ticket yang harus di reschedule, atau tiket kereta yang tidak terpakai, atau teman-teman yang seharusnya bisa ulang kampung akhirnya tidak bisa pulang untuk berkumpul dengan keluarganya karena tidak dapat membeli tiket dadakan. Dari awal cuti bersama itu mengebiri hak-hak pegawai untuk menggunakan cutinya sefektif mungkin. Barangkali bagi pegawai yang bukan instansi vertikal, tidak terlalu terganggu dengan SKB mendadak ini, tapi pegawai lain yang berada di bawah instansi vertikal, notabene mereka tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan cakupan tempat tugas juga seluruh Indonesia....... Karena alasan praktis, dan alasan mutasi yang rutin setiap tahun atau paling nggak 2 tahun, maka keluarga ditinggal di Jawa, atau kota-kota yang akses bandara dekat. SKB ini memotong lagi hak cuti mereka, sementara untuk pulang tidak dapat tiket, sangat tidak merakyat keputusan ini. Sementara untuk berkumpul dengan keluarga satu-satunya jalan hanya dengan pesawat atau kapal laut. Apa pernah terfikir oleh beliau-beliau yang hebat itu ketika membuat keputusan yang menurut saya justru tidak efektif dan efisien.
2. Dari sisi instansinya sendiri, hampir seluruh instansi pemerintah dan BUMN atau swasta hari kerjanya hanya sampai Jumat, jadi ketika siaran pers SKB diumumkan Jumat sore, maka akan menimbulkan kekacauan yang amat sangat jika harus mengambil keputusan di saat-saat yang mepet. Barangkali beliau yang membuat perobahan SKB tidak memikirkan dampak buat pelayanan kepada masyarakat, atau unit pelayanana dengan jenis pekerjaan yang ada jatuh temponya. Yang paling mengesalkan adalah membatalkan atau merobah semua jadwal pekerjaan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Kegiatan kantor yang melibatkan orang luar, misalnya seminar atau sosialisasi atau workshop yang pembicaranya dari luar, repot dan memalukan harus membatalkan di saat terakhir.
Sepertinya petinggi negara kita sering menggampangkan segala sesuatu ketika mengambil keputusan-keputusan yang mendadak seperti itu. Bukankan ini bukan keputusan yang harus diambil karena negara dalam keadaan darurat, paling tidak mbok ya seminggu sebelumnya.
Mungkin karena sebagai petinggi, sebagai pejabat, terkadang mereka tidak pernah merasakan susahnya di lapangan, atau sulitnya pegawai kecil yang lansung berhadapan dengan masyarakat.
Saya sendiri harus menjawab pertanyaan dari 1100 orang pegawai lebih di unit kerja serta unit di bawah tempat kerja saya, sampai-sampai lembur hanya untuk menunggu penegasan dari kantor pusat. Dan saya yakin teman-teman saya di pusat juga sedang menunggu penegasan dari menteri. Karena kami bukan instansi yang berada di bawah otonomi sendiri, yang atasan tertingginya ada di kota yang sama.
Betapa tidak efektif dan tidak manusiawinya keputusan mendadak dari Sperobahan SKB ini, berapa banyak waktu yang terbuang, berapa banyak pulsa telepon hanya untuk mencari kebenaran berita ini, serta waktu yang seharusnya sudah di rumah dengan keluarga, harus bergadang menunggu keputusan atasan.
Dan saya sangat yakin bahwa atasan saya, mulai dari kementerian sampai beberapa level di bawahnya ikut felagapan mengantisipasi keputusan ini. Sekali lagi kenapa harus Jumat... kenapa nggak awal minggu??????
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H