Lihat ke Halaman Asli

En Sariasih

En Sariasih

Perekonomian Daerah di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 18 Juni 2021   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selama hampir dua tahun Indonesia saat ini sedang memasuki fase melawan adanya virus pandemi COVID-19 atau yang sering disebut corona. Virus pandemi ini telah memasuki wilayah Indonesia sejak awal bulan maret tahun lalu. Seperti yang diketahui bersama sejak merebaknya COVID-19 di Indonesia sudah banyak sekali kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah mulai dari pembatasan sosial ( social distancing), kemudian menyinggung soal lockdown dan karantina wilayah namun pada akhirnya pemerintah mengambil keputusan untuk menerapkan pembatasan social berskala besar (PSBB) sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang NO 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. 

Dan saat ini juga daerah-daerah di Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang cukup berat. Pandemi COVID-19 telah menghambat aktivitas ekonomi daerah. Dibanyak daerah baik jawa maupun luar jawa pemerintah daerah (Pemda-nya) memberlakukan pembatasan aktivitas fisik manusia untuk menghambat laju penularan COVID-19. Dampaknya adalah aktivitas produksi barang dan jasa menjadi terganggu. Gangguan produksi berarti pekerjaan berkurang, pengangguran meningkat dan warga yang kehilangan penghasilan akan bertambah.

Kemampuan keuangan PEMDA (APBD) saat ini justru berpotensi menurun padahal anggaran untuk mensubsidi warga miskin sangat diperlukan. Salah satu faktornya yaitu seiring dengan terganggunya atau bahkan terhentinya kegiatan produksi, pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) berpotensi menurun. Konsekuensinya pendapatan asli daerah (PAD) di APBD juga berpotensi turun. Tidak hanya PAD dana bagi hasil (DBH) pajak yang diterima daerah juga berpotensi turun. Diluar dampak COVID-19 daerah juga menghadapi tantangan lain. COVID-19 telah menghentikan aktivitas manufaktur diluar negeri. Akibatnya permintaan bahan bakunya terhenti. Indonesia adalah pengekspor bahan baku untuk manufaktur di luar negeri. Kita pengekspor komoditas sawit terbesar ke India dan Tiongkok. Kita pengeksport kopi, teh, karet dan kakao yang menjadi bahan baku manufaktur di Eropa dan Amerika Serikat (AS). Indonesia pengekspor batu bara terutama ke Tiongkok. kita juga mengekspor logam seperti Nikel, Timah, Tembaga dan Alumunium ke Tiongkok, Jepang, AS, dan Eropa. Karena aktivitas manufaktur di luar negeri terhenti ekspor kita juga terhenti karena kelebihan produksi harganya turun.

Pendapatan petani dan perusahaan tambang turun di sisi lain biaya yang dikeluarkan tidak berkurang. Bahkan beberapa diantara mereka membiyayai usaha dengan meminjam kredit dari perbankan. Potensi terjadinya kredit macet pun membesar. Tidak hanya petani perkebunan dan perusahaan tambang PEMDA di daerah penghasil juga kehilangan potensi pendapatan. Itulah beberapa tantangan yang dihadapi perekonomian daerah khususnya oleh PEMDA setempat ditengah COVID-19 ini. Pengeluaran diperkirakan membesar dan penerimaan justru menurun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline