[caption caption="Mendidik Anak Mengenal Buku"][/caption]
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga sangat cerdas membuat Petunjuk Teknis Penguatan Kemitraan Keluarga Satuan Pendidikan, dan Masyarakat untuk beragam tingkatan seperti PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, dan Satuan Pendidikan Non Formal. Isinya sangat mengena dengan kebutuhan terkait tujuan terbentuknya direktorat ini.
Namun demikian (yang pertama) apakah semua itu akan dibaca, dipahami dan diterapkan oleh para pelaku?.
Tentu saja “BISA” jika ada program pemacu dan pembiasaan yang lebih menyentuh pada panggilan nurani secara otodidak. Katakan dalam hal ini “program wajib membaca dan menulis 25 menit saja:”. Tentu juga “BISA” apabila ada dukungan reward yang bertujuan untuk pembiasaan atau pembentukan karakter anak khususnya dan para pelaku pendidikan keluarga yang bukan OMDO. (tapi).
Kondisi kekinian dengan kalimat yang disampaikan di kolom feature terkait, “Dimana anak merasa tersanjung disana mereka bergabung”. Karena, harus diakui, para pelaku pendidikan, kalah atau belum mampu seimbang menghadapi perkembangan tekhnologi. Kalah saing dalam memposisikan hati anak untuk program-program pendidikan. Anak lebih banyak tersanjung dengan program perusahaan rokok, program perusahaan trek-trekan, dan juga program kondom-kondoman (ngertilah).
Dampaknya, anak sangat jauh dengan produk pendidikan yang tentu saja tas di pundak dengan buku dan perlengkapan alat tulis, seragam putih biru, putih abu-abu dan seragam norak-norak yang justru lebih ngetren menjadi identitas sekolah pengelola pendidikan matrealistis. Tentu pula produk seperti (yang ngetren-ngetren itu) bukan menjadi ukuran kesuksesan pendidikan.
Maka disinilah pentingnya Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga yang merupakan Gayung Bersambut bagi penulis, yang sejak 2004/2005 memimpikan realisasi terkait isi dari Petunjuk Teknis yang disebarkan. (mimpi anak jalanan). Dan disini pulalah letak syukurnya penulis yang membaca direktorat pendidikan keluarga, menggaungkan tripusat pendidikan.[caption caption="Juwiter Pendikarisos"]
[/caption]
Namun demikian, (yang kedua) apa artinya semua itu, jika tidak ada dukungan program dalam memacu minat membaca dan menulis? Dukungan minat membaca dan menulis masih kalah dengan dukungan minat menonton dan merokok.
Karena menjadi pelajaran bersama ; akibat adicita Ki Hajar Dewantara yang oleh para pelaku pendidikan kurang diterapkan, maka begitu banyak lahir korban-korban pendidikan seperti pergerakan Aktivis OMDO, Profesor OMDO, Sarjana Roti, Magister Pecundang, Birokrat Maling, Tikus-tikus berdasi dan kalau korban lain seperti penyalahgunaan-penyalahgunaan, jangan dihitung lagi.
Maka sebagai contoh keberhasilan pendidikan keluarga yang berjalan tanpa anggaran pun konsep, penulis mengajak pembaca untuk melakukan survey kedewasaan berfikir dan bersikap antara alumni SD saja, alumni SMP saja, Alumni SMA saja, daripada alumni-alumni sekolah tinggi yang menghilangkan tripusat pendidikan.
Banyak Seorang Alumni Sekolah Dasar saja bisa lebih sukses mendidik karakter anak dibandingkan alumni sekolah tinggi. Karena Sang Alumni sekolah dasar cerdas mendidik anak dari keluarganya, memantaunya di satuan pendidikan dan mangajarkannya norma-norma kemasyarakatan. Meskipun dalam perjalanannya (faktanya) di satuan pendidikan dan masyarakat tempat sang Alumni mendidik anak, sang Alumni adalah keluarga berstrata rendah.