Oleh : Emu Muslihat Sumawiguna
CGP Angkatan 8 Kabupaten Sukabumi
Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,
Saya Emu Muslihat Sumawiguna CGP Angakatan 8 Kab. Sukabumi akan menyampaikan Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai- Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Sebagaimana kita ketahui dalam pendidikan guru penggerak ada alur pembelajaran MERDEKA, dimana huruf D pada alur itu menggambarkan tahapan Demonstrasi Kontekstual yang harus dilakukan oleh Calon guru Penggerak dalam rangka menggambarkan kemampuan atau pengatahuna yang telah dimiliki atau dikuasai setelah menjalankan tahapan diskusi dalam ruang kolaborasi. Dengan melalui tahapan ini diharapkan seorang calon guru penggerak dapat menunjukkan apa saja yang telah dipahaminya kepada orang lain. Hasil pembelajaran pada tahapan ini dapat berupa artikel, rekaman audio atau video, bahkan bisa berupa slide presentasi. Pada kegiatan kali ini saya akan menyampaikan Demonstrasi Kontekstual saya berupa narasi yang berisi tentang analisis hasil wawancara dengan dua orang Kepala Sekolah tingkat SMP mengenai praktik pengambilan keputusan yang mereka ambil sebagai pemimpin di sekolah masing- masing. Permasalahan yang diangkat pada wawancara ini adalah permasalahan yang mengandung dilema etika dan bagaimana cara mereka menyikapi segala tantangan yang muncul akibat dari keputusan ini.
Pada wawancara pertama, saya mewawancarai Kepala SMP Negeri 4 Warungkiara yaitu Bapak Ridwanudin S.Pd, M.Pd. Hal ini dikarenakan di sinilah sekolah tempat saya mengajar sehari- hari. jadi dengan alasan kepraktisan saya menjadikan beliau sebagai narasumber pertama dalam demonstrasi kontekstual ini. Rekaman Video Wawancaranya saya unggah ke drive google saya dengan alamat https://drive.google.com/file/d/1m0FVcyFSYw1bZK9NbM962Ne5c1PrFEzN/view?usp=sharing. Topik dari waancara tersebut adalah pengambilan keputusan oleh Pak Ridwan sebagai Kepala Sekolah manakala ada siswa atas nama R yang diberikan kesempatan untuk tetap belajar di SMP Negeri 4 Warungkiara padahal hampir semua guru sepakat agar siswa ini dipindahkan, mengingat bahwa siswa R ini telah mencapai kesepatan dengan orangtuanya dan telah mencapai limit skor pelanggaran disiplin yang beberapa siantaranya merupakan pelanggaran berat. Pada saat kasus R ini diajukan kepada Kepala Sekolah yang memiiki hak pengambilan keputusan ynag sifatnya final, ternyata Kepala seklah tidan sependapat dengan dewan guru dan memberikan kesempatan kepada R untuk tetap bersekolah. Hal ini memunculkan kontroversi dan polemik tersendiri di SMP Negeri 4 Warungkiara pada saat itu. Namun polemik ini bisa diredam setelah dewan guru melihat dampak positif dari keputusan yang teah diambil tersebut.
Pada saat mewawancarai Pak Ridwan saya bertanya tentang dasar pengambilan keputusannya. Ternyata beliau menjelaskan bahwa keputusan itu diambil karena beberapa pertimbangan. Beliau menyadari dan memahami keingingan dewan guru atas R ini, dan sebenarnya beliau juga merasakan dilema ketika menghadapinya. Beliau memikirkan dampak baik dan buruknya atas keputusan yang akan diambil, baik untuk sekolah maupun untuk siswa R itu sendiri. Mengingat waktu itu hanya tinggal beberapa minggu lagi untuk pelaksanaan ujian akhir. Di satu sisi beliau ingin agar kesepakatan sekoah bersama siswa dan juga orang tuanya dilaksanakan sebaik mungkin untuk membangun karakter dan kuaitas sekolah, namun di sisi lain beliau juga memikirkan nasib siswa R ini jika harus pindah sekolah maka dia kemungkinan tidak bisa mengikuti Ujian Akhir sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Karena tentunya sekolah manapun saat itu sudah melakukan finalisasi pendaftaran peserta ujian Akhir di sekolahnya masing- masing. Dengan kata lain siswa R ini tidak akan terdaftar sebagai peserta di sekolah selain SMP Negeri 4 Warungkiara. Ini artinya siswa R harus mengulang atau menambah masa pendidikannya selama satu tahun lagi, dan dihawatirkan berdampak pada kondisi psikis R kedepannya. Dalam hal ini Pak Ridwan sendiri berfikir dengan paradigma keadilan lawan rasa kasihan ( justice vs mercy) juga jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs longterm). Ketika dihadapkan pada dilema ini, Pak Ridwan sendiri mengambil keputusan dengan prinsip rasa peduli (care- based thinking) , karena beliau memikirkan bagaimana nasib siswa R kedepannya. Atas dasar kepedulian dan rasa empati inilah keputusan tersebut beliau ambil walaupun menuai polemik dari dewan guru di SMP Negeri 4 Warungkaira.
Sementara itu pada kegiatan wawancara ke dua saya mewawancarai Bapak Eka Kusuma sebagai kepala sekolah SMP Bina Banga mengenai tahapan pengambilan keputusan yang beliau lakukan di sekolahnya. Pada prinsipnya kasus nya sama seperti yang terjadi di SMP Negeri 4 Warungkiara dan memiliki kasus dilematik yang dihadapi. keputusan yang diambil kepala sekolah pun hampir sama dengan mengedepankan paradigma keadilan lawan rasa kasihan ( justice vs mercy). Namun dalam kasus kedua ini ada sedikit perbedaan dalam melakukan langkah preventif bagi siswa lainnya. Yaitu dengan mengedepankan dan mengembangkan jiwa religius seluruh civitas akademika di sekolah tersebut. Setiap guru dan siswa dilibatkan dalam kegiatan khusus yang terjadwal untuk membangun rohaninya. Mereka melaksanakan kegiatan pembiasaan akhlak mulia berupa doa bersama yang isinya mendoakan semua civitas sekolah tersebut agar selalu diberikan kemuliaan akhlak, kemudahar berfikir, sifat dan karakter soleh yang unggul dalam kecerdasan fisik, mental dan spiritual, sosial dan emosional.Kegiatan ini diharapkan akan membangun karakter siswa dan guru dari dalam pribadinya, mengembangkan motivasi intrinsik dan saling menularkan kebaikan kepada sesama. Untuk video wawancara ke dua saya unggah di drive dengan alamat https://drive.google.com/file/d/1Fs-Lv7Gwl9bMLPx7HtNbmOe45OI2wcJJ/view?usp=drive_link .
Dari kedua kegiatan wawancara ini tergambar langkah tindak lanjut dari pengambilan keputusan yang diambil oleh kepala sekolah ini. Beliau selalu mereview dampak yang terjadi untuk bisa mengatasi polemik yang muncul sebagai akibatnya. Mereka (Kepala Sekolah) selalu melihat apakah keputusan yang mereka ambil ini efektif atau tidak. Dan hasilnya adalah keputusan itu berdampak positif terhadap semua pihak. Bagi siswa yang terlibat keputusan ini menjadi titil to;ak perubahan karakter mereka dalam belajar ke arah positif. Dan bagi sekolah secara keseluruhan ini memunculkan pembelajaran baru mengenai pengambilan kputusan yang tepat disaat yang tepat.
Walaupun sebetulnya para kepala sekoah ini mengakui pada saat menguji keputusan mereka, meraka menemukan opsi lain (Opsi Trilemma) yaitu memfasilitasi pendidikan paket B, namun opsi ini tidak diambil mengingat butuh waktu yang relatif lelbih lama untuk mempersiapkan segala administrasinya.
Seluruh rangkaian kasus dilema dan kegiatan waancara ini membawa pembelajaran penting khususnya nagi saya seorang guru yang selalu berinteraksi dengan siswa setiap hari. Hal ini mengilhami saya untuk tidak tergesa- gesa mengambil keputusan. Walaupun keputusan itu bersifat mendesak tetap perlu berbagai pertimbangan dan pengujian untuk mengambilnya. Hal ini dikarenakan keputusan kita harus tepat dan tidak merugikan pihak manapun baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam setiap pengambilan keputusan tentunya akan selau ada dilema, kontroversi, polemik, namun pertimbangan dan pengujian yang tepat akan berdampak pada keputusan yang akurat.
Semoga bermanfaat, Wassaalam.