Mungkin cara di atas itulah selemah-lemah iman dalam menangkal hoaks. Hoax memang bikin kepala pening. Di era disrupsi seperi saat ini, hoax sengaja diproduksi bahkan dikomersialisasikan secara masif. Media sosial tempat tumbuh suburnya kabar bohong maupun disinformasi.
Menurut laporan Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kominfo sebanyak 1402 hingga 26 Januari 2021 selama pendemi. Sebab itu, Kominfo melakukan inisiatif untuk melawan konten-konten ini mulai dari hulu sampai hilir.
Di hulu, Kominfo memperkuat kapasitas masyarakat melalui program literasi digital yang kita sebut Siberkreasi. Tujuannya adalah untuk membekali masyarakat dengan keterampilan untuk mengetahui dan memilih konten yang benar.
Sementara di tengah adalah dengan melakukan kerja sama dengan penyedia media sosial untuk melawan hoaks. Terakhir barulah upaya take down terhadap konten hoaks, hingga upaya pemberian hukuman.
Kominfo juga melakukan patroli siber yang bekerja 24 jam selama tujuh hari dalam seminggu. Diawaki kurang lebih 100 orang yang menerima aduan masyarakat dan bekerjasama dengan 28 kementerian/lembaga yang bermitra.
Penyebaran berita hoax membawa dampak kepada masyarakat, dampak yang terjadi yaitu dampak negatif karena berita hoax ini membawa kekhawatiran, kesalahpahaman, kegaduhan sehingga masyarakat banyak yang dirugikan dengan adanya berita tersebut dan merupakan pembodohan bagi yang mengonsumsinya. Hoax juga sebagai cara untuk pengalihan isu, pemecah belah, penipuan publik.
Beberapa berita hoaks yang terjadi pada tanggal 8-9 Februari, Direktorat Pendendalian Aplikasi Informatika menemukan hoaks yang menyatakan bahwa vaksin Covid-19 sebabkan lamban berpikir dan menghafal.
Faktanya menurut Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto menyatakan bahwa Covid-19 menyebabkan gangguan otak seperti lamban berpikir dan menghafal adalah klaim yang tidak benar.
Lebih lanjut Tonang mencotohkan vaksin dengan metode yang sama dan telah digunakan puluhan bahkan ratusan tahun dan terbukti nyata. kepada anak-anak yang berumur kurang dari satu tahun juga sudah rutin mendapatkna vaksin inactivated vaccine.
Tim Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pendemi Covid-19 memang menyebutkam ada beberapa reaksi yang mungkin akan muncul setelah divaksin. Dari serangkaian uji klinis, tidak menemukan reaksi setelah disuntik vaksin Covid-19 berupa gangguan otak seperti lamban berpikir atau menghafal.