Lihat ke Halaman Asli

Elesia

I'm a writer

Pelatuk Rindu

Diperbarui: 27 Juni 2019   18:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Hujan di wajahnya berderai deras tak henti semenjak duduk di tengah ruangan
Sesekali petir dari mulutmu menggelegar ribut mengganggu orang
'aku sedih' katanya terbata-bata saat yang lain serentak memicingkan mata

Disudut rumah papan tua berwarna coklat yang usang, seorang wanita diam tanpa air mata
Menunduk, meratapi jemari tuanya yang kurus dan gelap
'sampai beginipun, aku masih ditinggalkan' desahnya panjang tapi jelas

Wanita tua itu merapatkan bibir, menahan suara isak yang tak bisa ditunjukkannya
Pelatuk rindu yang sering dibicarakannya, tak lagi berani diingat pun dikenang
Ia menyesal menanamkan harapan palsu kepada anak-anaknya
Hingga yang diharapkan datang tak bernyawa bersama wanita muda yang entah darimana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline