Hujan di wajahnya berderai deras tak henti semenjak duduk di tengah ruangan
Sesekali petir dari mulutmu menggelegar ribut mengganggu orang
'aku sedih' katanya terbata-bata saat yang lain serentak memicingkan mata
Disudut rumah papan tua berwarna coklat yang usang, seorang wanita diam tanpa air mata
Menunduk, meratapi jemari tuanya yang kurus dan gelap
'sampai beginipun, aku masih ditinggalkan' desahnya panjang tapi jelas
Wanita tua itu merapatkan bibir, menahan suara isak yang tak bisa ditunjukkannya
Pelatuk rindu yang sering dibicarakannya, tak lagi berani diingat pun dikenang
Ia menyesal menanamkan harapan palsu kepada anak-anaknya
Hingga yang diharapkan datang tak bernyawa bersama wanita muda yang entah darimana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H