Lihat ke Halaman Asli

Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia lahir ke dunia tanpa melekat apa-apa pada dirinya.
Orok, janin, entah apa namanya,
Tak bisa meminta pada Tuhan,
Pada sidang tertutup atau terbuka,
Tanpa voting, tanpa suara,
Dari rahim siapa dia akan dilahirkan.

Dari ayah dan ibu yang tak henti berdoa siang malam,
Demi kehadirannya ke dunia,
Atau dari ibu yang bahkan tak tahu siapa,
Laki-laki yang telah meninggalkan bibit kehidupan,
Yang menghadiahinya gelar anak haram,
Padahal mereka lah orangtua haram.

Pun manusia tak bisa meminta,
Terlahir dari keluarga berada atau papa,
Dari kalangan terhormat atau hina,
Dengan fisik menawan atau serba kekurangan,
Dilahirkan di klinik bersalin ternama,
Atau hanya di atas dipan buruk rupa.

Manusia lahir tanpa dibekali sandang,
Yang menghangatkan badannya yang telanjang,
Hanya kemampuan pangan selama hitungan jam,
Sebelum mendapatkan makanan dari ibunya.

Iya, karena semua adalah hak tunggal Tuhan Sang Maha Pencipta.

Tuhan? Tuhan yang mana? Tuhan siapa?

Mereka bilang yang menciptakanku adalah Tuhan,
Lalu mereka juga bilang yang menciptakan dia adalah Tuhan,
Dan kau juga diciptakan oleh Tuhan.

Lalu, mengapa cara manusia menyembah Tuhan bisa berbeda?
Apakah Tuhan lebih dari satu?

Tidak.
Sesungguhnya Tuhan adalah tunggal, satu-satunya pencipta manusia.
Yang membedakannya adalah keyakinan.

Ketika manusia lahir dan membuka mata untuk kali pertama,
Ia mendapatkan segalanya,
Orangtua, keluarga, sandang, pangan, papan bahkan keyakinan.

Keyakinan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline