Setiap bulan Agustus, yang identik dengan bulan kemerdekaan, saya selalu menyempatkan diri menyusuri jejak-jejak sejarah. Meskipun sudah berulang kali, tetapi saya tidak pernah bosan. Saya menyelami rasa yang ditinggalkan para pahlawan.
Kebetulan tahun ini Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana) bekerja sama dengan Wisata Kreatif Jakarta dan Country Choice mengadakan acara Napak Tilas Kemerdekaan. Saya pun dengan semangat mendaftar supaya bisa ikut serta. Ada delapan Kompasianer di antara peserta lainnya.
Kami berkumpul di Museum Perumusan Naskah Proklamasi mulai pukul 08.30. Berhubung saya tiba di stasiun Cikini sebelum jam delapan pagi, saya memutuskan jalan kaki ke Munasprok. Padahal rute nanti juga jalan kaki ke arah ini.
Tiba di Munasprok, kami absen dahulu sambil menunggu kedatangan teman-teman lain. Saya yang merasa sudah sangat familiar dengan museum ini, santai saja depan meja resepsionis. Saya mengingat kembali peristiwa bersejarah yang terjadi di museum ini.
Setelah pembukaan oleh tim WKJ dan Country Choice, kami dibagi dalam tiga kelompok. Satu kelompok adalah tim Koteka, dengan guide yang dikenal dengan sebutan Incess. Kami mulai masuk satu persatu ke dalam ruangan.
Sejarah di Munasprok
Bangunan museum dahulu merupakan rumah dinas Laksamana Maeda, seorang perwira dari Angkatan Laut Jepang. Laksamana Maeda memiliki peran penting dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Ia meminjamkan rumahnya untuk pertemuan para pejuang kemerdekaan.
Ruang pertama yang kami masuki adalah ruang tamu di mana Laksamana Maeda menerima tamu-tamu penting. Di antaranya adalah para pemimpin Indonesia seperti Sukarno Hatta, Ahmad Subardjo, Sukarni dan lain-lain. Masih ada seperangkat meja kursi dari masa itu.