Usai makan sepiring laksa Pak Inin di Cihideung Palasari, Cijeruk, rombongan Click X KPK melanjutkan destinasi jelajah ke Batutulis Bogor. Dengan menumpang angkot berwarna biru yang memang melintas di jalan raya Cihideung. Bogor identik dengan kota angkot, maka tak sah jika tidak menggunakan moda transportasi ini.
Jaraknya tidak jauh, kurang dari tiga kilometer. Maka setelah terguncang-guncang di angkot sambil jejeritan, kami pun berhenti di depan stasiun Batutulis. Hanya menyeberang, kami langsung masuk ke dalam stasiun tersebut.
Stasiun Batutulis memang hanya stasiun kecil, kelas tiga. Karena itu tampak sepi dari penumpang. Apalagi, sebagian besar penumpang justru naik dari stasiun Bogor, dengan tujuan Sukabumi. Tidak ada yang turun di stasiun Batutulis karena hanya berjarak dua stasiun dan harga tiketnya paling rendah 30 ribu Rupiah.
Walaupun kecil, Stasiun Batutulis juga didirikan tidak lama setelah Stasiun Bogor pada tahun 1881. Sedangkan pada tahun 1888 sudah mencapai Cilacap dengan dua jalur. Tapi kemudian jalur satu ditutup karena jarang ada persilangan atau persusulan kereta, mengingat kereta yang melintas sangat jarang.
Bentuk bangunan sebagian besar masih asli, khas tempo dulu dengan pintu dan jendela kayu yang besar serta langit-langit tinggi. Kami bebas mengambil foto di sana karena sebelumnya saya sudah meminta izin pada petugas. Bahkan teman-teman sempat selfie di rel, aman karena kereta jarang lewat.
Walaupun begitu, sempat kena prank mobil inspeksi yang sudah di modifikasi untuk berjalan di rel. Saya sudah beberapa kali bertemu dengan si kuning ini. Di tengah keriangan di stasiun, mbak Indah Noing sempat membagikan coklat yang dibawa dari Hungaria.
Prasasti Batutulis
Puas mengeksplor stasiun kecil itu, kamu lanjutkan perjalanan ke prasasti Batutulis yang hanya berjarak 500 meter. Tapi jalan agak menanjak karena posisinya agak di atas bukit. Sebenarnya kalau cuaca cerah, tidak berkabut di senja hari, gunung Salak akan tampak indah dari tanjakan yang kami lewati.