Media mainstream memberitakan bahwa presiden Rusia, Vladimir Putin batal menghadiri pertemuan G20 di Bali. Bagi saya, hal itu sudah direncanakan jauh-jauh hari. Vladimir Putin tidak akan datang. Kalau semula disebarkan bahwa ia bakal hadir, itu hanya gimmick atau sebuah tes ombak untuk melihat reaksi pemimpin-pemimpin dunia lainnya.
Hadir di acara G20 mengandung risiko tinggi, mengingat konflik Rusia-Ukraina yang masih berlangsung. Siapa yang bisa menjamin keselamatan Putin. Perlu diketahui, sebagian besar anggota G20 adalah kelompok blok Barat yang menjadi musuh bebuyutan Rusia.
Dinas intelijen Indonesia belum sekelas KGB, CIA, Mossad dan MI6. Tidak ada yang bisa dilakukan Indonesia untuk menjaga keamanan orang nomor satu di Rusia tersebut. Bisa diduga, di Bali sekarang dipenuhi agen-agen rahasia top dari negara-negara adikuasa.
Maka, tak heran jika menteri luar negeri Rusia, Sergei Lavrov menjadi bemper, mewakili presidennya Vladimir Putin. Tapi itu bukan berarti Lavrov tidak mendapat penjagaan maksimal. Bagaimana pun dia merupakan salah satu pembantu penting bagi Putin.
Presiden Jokowi sebetulnya sudah tahu hal ini juga. Jokowi dan Putin berteman baik. Rusia tidak menganggap Indonesia sebagai musuh, melainkan mitra. Di antara kedua pemimpin ada kode khusus yang hanya dipahami keduanya. Kasarnya, tahu sama tahu-lah. Indonesia mendapatkan minyak juga dari Rusia.
Pemantauan berjalannya sidang-sidang G20 dilakukan secara tidak langsung. Bukan hanya Sergei Lavrov yang menjadi pelapor, sahabat Rusia diwakili oleh Cina. Posisi Cina sebagai negara terkuat dalam bidang perekonomian, membuat Amerika Serikat dan sekutunya ekstra hati-hati berkonfrontasi dengan negara tersebut.
Namun gelaran G20 sulit untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang spektakuler. Konflik Rusia-Ukraina telah mengubah peta politik dunia. Negara-negara yang semula sangat akrab dengan Amerika Serikat mulai menjauhkan diri demi menyelamatkan perekonomian dalam negeri.
Paling banter pertemuan G20 hanya berupa kesepakatan bilateral yang intinya bertahan dari gempuran resesi 2023. Di antara anggota-anggota G20, justru negara-negara Uni Eropa yang lebih rentan jatuh dalam kebangkrutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H