Salah satu hal yang dikuatirkan dari pemerintahan Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan adalah nasib kaum perempuan. 20 tahun lalu, perempuan sangat tertindas di bawah pemerintahan Taliban. Malala Yousafzai, saksi hidup yang telah mengalami bagaimana kejamnya mereka.
Malala Yousafzai memang tidak berada di Afghanistan. Ia berasal dari Pakistan yang saat itu juga dikuasai Taliban. Ia mendapat tembakan di kepala pada Oktober tahun 2012 karena ingin bersekolah. Dalam peraturan Taliban, perempuan tidak boleh bersekolah.
Akibat tembakan tersebut, Malala menjalani perawatan selama tiga bulan di rumah sakit Queen Elizabeth, Birmingham, Inggris. Setelah berhasil diselamatkan dengan operasi, Malala Yousafzai menjadi duta PBB untuk pendidikan anak-anak perempuan. Ia mendapat Nobel perdamaian dan berpidato di depan sidang PBB pada usia 16 tahun.
Anak-anak perempuan yang dahulu hidup dalam kekangan pemerintah Taliban tentu sangat trauma. Karena itu tak heran jika ada kecemasan bahwa nanti terjadi lagi penindasan terhadap perempuan di Afghanistan.
Begitu pula dengan Malala Yousafzai yang merasa kuatir akan nasib anak-anak perempuan setelah Taliban berkuasa di Afghanistan. Mereka akan kembali ke zaman "batu", mundur ke belakang.
Pemerintah Taliban melalui juru bicaranya, Suhail Shashen menyatakan bahwa mereka akan menghormati hak-hak perempuan. Mereka berjanji akan memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk sekolah setinggi-tingginya.
Selain itu, perempuan boleh bekerja dan mendapatkan fasilitas. Bahkan nantinya juga akan mendapat andil dalam pemerintahan. Sungguh janji yang sangat manis, yang menimbulkan harapan tinggi.
Namun sayangnya masyarakat Afghanistan menyangsikan janji tersebut. Buktinya mereka tetap berbondong-bondong berusaha melarikan diri dari negara tersebut. Ribuan orang setiap hari memadati bandara Kabul dan perbatasan dengan negara tetangga.
Apakah betul pemerintahan Taliban bisa lebih moderat? Jika mereka masih berpegang pada tatanan masa lalu, sulit untuk dipercaya. Sampai saat ini masyarakat internasional meragukan hal itu.
Tetapi menyimak langkah-langkah pemimpin Taliban menimbulkan teka-teki. Mereka menjalin kerjasama dengan Cina, walaupun belum dipastikan dalam bidang apa. Kemarin pun, pemimpin Taliban melakukan wawancara dengan Israel.