Sebetulnya tak ada perbedaan yang berarti antara silaturahmi sebelum pandemi dengan sesudah pandemi. Bahkan bagi saya, sama saja. Karena sekarang zaman digital, silaturahmi justru dilakukan melalui gadget.
Sejak sepuluh tahun terakhir, komunikasi dan silaturahmi lebih banyak dilakukan secara online. Apalagi jika tempat tinggal keluarga berjauhan, beda kota dan provinsi.
Pertemuan keluarga secara tatap muka jarang terjadi, kecuali jika rumah berdekatan. Pandemi atau tidak, tetap berlangsung seperti itu. Kami lebih sering menggunakan WhatsApp untuk saling bertegur sapa.
WhatsApp sangat fungsional, selain berhubungan secara pribadi, juga terdapat grup-grup dengan spesifikasi masingmasing. Ada grup keluarga (keluarga kecil dan keluarga besar), ada grup profesional dsb.
Saya menghindari grup alumni sekolah dan sejenisnya. Karena pengalaman selama ini grup tersebut tidak banyak gunanya, hanya bernostalgia yang tidak jelas. Dan di antara mereka malah menjadi teman beracun (toxic).
Beberapa grup komunitas blogger juga ada. Saya yang introver lebih suka diam menjadi silent reader. Hal itu karena saya tidak suka bicara hal-hal sepele, hanya membuang waktu. Saya banyak terlibat jika memang merasa "pas" dengan anggota grup, baik pola pikir maupun ilmu pengetahuan.
Grup komunitas yang didominasi emak-emak membosankan. Pembicaraan mereka hanya berkisar antara benda-benda yang disukai. Dan mereka bersifat "matre" tak malu meminta sesuatu yang receh.
Grup yang menyenangkan adalah yang anggotanya bisa diajak berdiskusi tentang hal-hal yang berkembang. Terutama bidang politik, dimana pasion dan atensi saya ada di situ. Kami bisa saling bertukar pikiran. Di grup ini, bercanda pun terasa menyegarkan.
Komunikasi dan silaturahmi melalui media sosial berjalan lancar. Dalam Facebook saya memiliki teman-teman akrab, dari dalam dan luar negeri. Begitu pula di Instagram dan Twitter. Namun untuk hubungan yang paling pribadi melalui messenger dan WhatsApp.
Sebelum pandemi memang kadang kongkow di kedai kopi. Tapi saya juga sering minum kopi sendiri, tidak harus bersama teman. Bahkan kalau melakukan perjalanan atau petualangan sering sendiri.
Pertemuan tatap muka sebelum pandemi disebabkan urusan pekerjaan untuk liputan blogger dan semacamnya. Selain itu, saya lebih memilih berada di rumah.