Di antara kita, masih banyak yang masih heran mengapa ada orang yang bisa salah langkah menjadi teroris. Oh ya, manusia normal yang memiliki pikiran waras tentu tidak akan terjerumus seperti itu. Tetapi ada kondisi yang menyebabkan seseorang tersesat dan berubah menjadi teroris.
Karakter individu memang memberikan pengaruh besar terhadap pola pikir seseorang. Hal itu seperti celah yang dapat dimasuki oleh orang lain. Jika orang itu memiliki kemampuan agitasi, maka dia dapat memanfaatkan celah tersebut untuk kepentingannya.
Setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan, tapi ada yang diberi banyak kelebihan dan sedikit kekurangan, atau sebaliknya. Kalau mampu, dengan kecerdasan yang diberikan Tuhan, manusia tersebut bisa menutupi kelemahannya. Sayangnya tidak semua orang bisa begitu.
Beberapa tipe orang, justru sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain. Dan mereka sasaran para perekrut teroris. Antara lain:
1. Tidak mendapat pendidikan agama sejak kecil. Harus diakui, banyak orang tua yang abai terhadap pendidikan agama. Apalagi di zaman sekarang, orientasi masyarakat adalah sekolah yang bergengsi. Akibatnya, anak-anak kurang memiliki pemahaman yang cukup.
Ketika anak-anak ini diperkenalkan kepada "ulama" yang sangat pandai mengindoktrinasi, mereka ibarat gelas kosong. Anak-anak ini akan menelan apa saja yang diberikan sang guru tersebut. Akhirnya, tertanam dalam otak mereka, "ustadz mereka yang benar, orang lain yang salah.
Karena fanatik dengan gurunya, mereka melaksanakan setiap perintah guru. Meskipun itu sebenarnya menyalahi ajaran agama yang sesungguhnya. Doktrin guru sudah melekat kuat, orang tua pun bakal tidak dipercaya.
2. Berjiwa labil. Ada orang yang memiliki sifat mudah gamang, selalu merasa galau, resah gelisah. Konon, hal ini berkaitan dengan horoskop. Karakter seperti ini sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain. Begitu ada seseorang yang "menempel" pada dia, maka orang itu akan selalu mengikuti.
Kalau memiliki anak yang bersifat demikian, lebih baik orang tua atau kakak sering mendampingi. Sehingga dia tidak salah arah, salah bergaul, salah pengajian. Perlu dikenali, siapa saja yang menjadi teman-temannya.
3. Masa remaja. Nah, pada umumnya ketika menginjak usia remaja, anak-anak mulai mencari jati diri. Mereka ingin mendapat pengakuan dari teman-temannya.
Sekiranya ada orang yang mengajak anak-anak ini mengikuti pergaulan eksklusif, mereka akan menerima agar memiliki identitas sebagai anggota kelompok. Kalau mereka salah bergaul, bisa berakibat buruk.