Lihat ke Halaman Asli

Muthiah Alhasany

TERVERIFIKASI

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Cerpen: Kereta Terakhir

Diperbarui: 27 Maret 2021   19:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kereta (dok.detik.com)

Gegara ketiduran di ruang perpustakaan kampus ITU (Universitas Teknologi Istanbul), aku terbangun dengan lesu. Teman-teman mahasiswi sudah selesai mengerjakan tugas. Buku-buku telah dirapikan dan dikembalikan. Perpustakaan ini memang nyaman untuk tidur bagiku. Maklum aku hanya menemani mereka.

Kampus sudah sepi ketika kami keluar. Hanya ada satu atau dua orang saja yang masih terlihat. Padahal kampus ini begitu luas, butuh lebih dari setengah jam berjalan kaki menuju pintu gerbang. Sambil terkantuk-kantuk, aku mengikuti langkah teman-teman yang jauh lebih muda ini.

Adzan Maghrib terdengar. Medi, teman mahasiswa yang paling tinggi mengajak salat dahulu. Kami pun setuju dan bergegas ke masjid terdekat. Satu hal yang aku sukai dari teman-teman mahasiswa Indonesia adalah mereka sangat rajin beribadah. Bahkan Medi selalu membawa sarung untuk salat.

Setelah salat, terasa perut ini keroncongan. Rupanya teman-teman yang lain juga merasa lapar. Mendadak si Danu, menghentikan langkahnya.

"Makan dulu yuk. Aku lapar."

"Sama, aku juga," sahutku.

Teman-teman yang lain setuju untuk makan di kedai terdekat dengan stasiun. Tentu saja kami mencari yang harganya paling murah, disesuaikan dengan kantong mahasiswa. Aku sih menurut saja, karena mereka lebih tahu.

Kami makan sambil ngobrol. Karena keasyikan, tahu-tahu sudah lewat satu jam dihabiskan di warung itu. Medi segera tersadar. Ia buru-buru mengajak keluar.

"Eh, ini sebentar lagi jam sepuluh malam. Yuk cepetan. Nanti kita ketinggalan kereta terakhir."

Dengan langkah panjang-panjang kami menuju stasiun kereta. Rini agak tergopoh-gopoh karena dia bertubuh paling kecil. Ia agak kewalahan mengekor di belakang kami yang berpostur tubuh lebih tinggi.

Istanbul adalah kota yang berbukit-bukit. Jalur kereta bukan berada di atas tanah, tetapi tiga tingkat di bawah tanah. Untungnya ada tangga elevator yang bisa mempermudah dan mempercepat langkah kami menuju jalur kereta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline