Kabar meninggalnya Pak Dian Kelana sangat mengejutkan. Karena kami sering berinteraksi, baik dalam grup WA atau pun di Facebook. Pak Dian memang orang yang sangat aktif, supel, senang berteman dengan siapa saja.
Saya sudah lama mengenal Pak Dian, sejak menjadi anggota Kompasiana lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Hampir setiap acara yang digelar Kompasiana, beliau selalu hadir. Kami dan teman-teman yang lain sering berdiskusi. Pak Dian kerap bertanya pada narasumber dalam acara-acara tersebut .
Pernah pada suatu waktu, Pak Dian tersandung sebuah kasus yang kemudian menjadi polemik di Kompasiana ini. Namun bagi saya, masalah yang dihadapinya adalah urusan pribadi, tidak mengubah sikap saya kepada dia. Kami tetap bersahabat sebagaimana biasa.
Pak Dian, selain aktif menulis dan menjadi fotografer, juga aktif sebagai anggota komunitas. Ia sangat antusias dalam setiap acara Clickompasiana, komunitas yang saya kelola dengan beberapa kompasianer lain.
Hal itu tentu saja menguntungkan komunitas. Pak Dian yang selalu membawa kamera, rajin mengabadikan momen, peristiwa dan kegiatan komunitas. Beliau memberikan dokumentasi yang sangat baik.
Meski pun sudah berstatus sebagai penulis senior, Pak Dian tetap suka menimba ilmu dan bertukar pikiran. Dalam acara Click, pelatihan penulisan di TMII, beliau hadir dan menyemarakkan diskusi.
Beberapa hal yang paling membuat saya sangat salut kepada Pak Dian adalah; pertama dia adalah orang yang disiplin waktu. Saya tidak pernah mendapati Pak Dian terlambat datang ketika ada janji pertemuan, kecuali jika sebelumnya ia mengabarkan akan terlambat karena hal yang urgensi.
Kedua, Pak Dian adalah orang yang jujur. Beberapa kali saya memberi amanat, ia selalu menunaikan dengan baik. Tidak ada cela, bahkan terlalu jujur.
Ketiga, selalu berusaha beribadah tepat waktu. Kalau saya mendengar adzan berkumandang, maka saya meninggalkan pertemuan untuk segera melakukan salat. Pak Dian adalah orang yang menyaingi saya dalam hal ini. Sedangkan yang lain, sering menundanya.
Keempat, pekerja keras. Pak Dian sangat serius dalam bekerja. Tengah malam sebelum salat Tahajud, beliau tetap bekerja yang berkaitan dengan tulisan, misalnya mengedit naskah buku milik teman-teman.
Kelima, tidak suka mengeluhkan penyakitnya. Saya tahu Pak Dian menderita sakit jika saya tanya secara pribadi. Kalau di depan umum, dia jarang menyampaikan keluhan. Jadi kami tidak tahu seberapa berat sakit yang dideritanya. Sebelum wafat, status di Facebook mengabarkan ia harus istirahat di tempat tidur. Saya tak mengira bahwa itu adalah status terakhirnya.