Gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terus terjadi sejak pandemi Covid 19. PHK massal menghantam dunia perekonomian kita. Begitu banyak perusahaan yang gulung tikar karena terdampak merebaknya virus Corona.
Sebagai salah satu contoh adalah provinsi Banten, dimana Cilegon dikenal sebagai basis industri. Menurut Gubernur Banten (Warta kota 10/7/20), sudah 25 000 orang dari 800 perusahaan terkena PHK. Itu baru satu provinsi, belum lagi di provinsi lainnya.
Sebelum pandemi, Indonesia sudah memiliki lebih dari tujuh juta pengangguran. Dengan PHK massal yang terus menerus terjadi, kita bisa bayangkan bagaimana jumlah pengangguran meningkat secara signifikan.
Meski pandemi belum berakhir, kita tidak bisa berdiam diri karena perekonomian akan semakin ambruk. Maka penyelenggara negara membutuhkan solusi yang cepat, taktis dan tepat sasaran.
Omnibus law saat ini merupakan satu-satunya jawaban untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebab semua sektor telah terpukul habis dengan wabah pandemi, termasuk sektor pariwisata yang digadang-gadang sebagai andalan.
Pemerintah dan DPR meneruskan pembahasan tentang Omnibus Law ini. Tentu saja ada target yang ingin dicapai, yaitu segera menarik investasi agar tercipta lapangan kerja.
Sikap sebagian pekerja masih sama dengan sebelum terjadinya pandemi, menolak RUU Ciptaker. Padahal serikat pekerja tidak punya solusi untuk menyelamatkan anggotanya dari PHK massal.
Mereka yang tetap menentang Omnibus Law, kena tidak mengerti betul atau mempelajari dengan seksama soal ini. Mereka hanya mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang mengorganisir serikat pekerja.
Beberapa pasal yang membuat mereka keberatan, sebetulnya masih bisa dibicarakan kembali. Baik pemerintah dan DPR harus transparan dalam memberikan penjelasan. Sedangkan serikat pekerja, idealnya bisa berdiskusi dengan pikiran dan hati yang jernih.
Meski semua negara di dunia merasakan resesi akibat pandemi, negara-negara adidaya masih bisa bangkit dengan cepat. Misalnya Cina yang memang dikenal sebagai bangsa yang ulet. Tak dapat dipungkiri bahwa hubungan Indonesia dengan negara tirai bambu ini cukup erat sehingga lebih mudah menawarkan investasi ke sana.
Walaupun begitu, beberapa kemungkinan juga terbuka untuk menarik investasi dari Eropa, bahkan juga Rusia. Hal yang terpenting adalah bagaimana membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satunya dengan mempermudah birokrasi.