Lihat ke Halaman Asli

Muthiah Alhasany

TERVERIFIKASI

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Cerpen: Ketika Engkau Meminta Maaf

Diperbarui: 29 April 2020   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (dok.mehmet)

Tak ada yang lebih melukai hati ketika mengetahui bahwa aku dikhianati. Ya, apalagi jika yang berkhianat adalah orang yang kusayangi, yaitu engkau.

Mungkin bagi kaum lelaki, cinta hanya sebagai hiburan. Tetapi aku sungguh-sungguh mencintaimu, sehingga aku menaruh kepercayaan penuh kepadamu. Aku percaya bahwa cintamu sebesar cintaku kepadamu. 

Maka ketika aku mendapati engkau telah merayu perempuan lain, hatiku serasa ditusuk sembilu. Aku tidak bisa memaafkanmu. Setidaknya untuk masa yang cukup lama.

Kita memang harus berpisah. Aku harus mengeluarkanmu dari kehidupanku. Karena itu aku memblokir semua nomor teleponmu, akun media sosial yang kau miliki, dan membakar fotomu.

Bahkan aku terpaksa pindah rumah agar engkau tidak bisa menemukan aku. Biarlah, toh kau sudah memiliki pengganti. Mungkin dia lebih cantik dan menarik daripada aku.

Sungguh, setelah itu aku bisa berbahagia. Aku melakukan berbagai petualangan yang aku suka. Berpergian kemana saja sampai menjalin hubungan dengan orang-orang baru. Apalagi kemudian aku mengenal si Dia yang "cool dan smart". 

Aku sudah lupa denganmu, betul-betul tidak pernah mengingatmu. Karena itu aku kaget ketika menerima pesan dari seseorang yang tak dikenal melalui inbox Instagram. Ternyata itu dari engkau yang telah menggunakan nama lain.

Oh, tidak. Jangan berharap aku mau melanjutkan hubungan kita yang kandas. Itu sudah menjadi masa lalu. Tak perlu heran jika aku tidak mau membalas pesanmu, apalagi menerima pertemanan denganmu.

Aku kembali melanjutkan kehidupan tanpa menghiraukan pesan-pesan yang kau kirimkan. "The life must go on" adalah prinsip yang aku terapkan.

Seperti pada malam ini, aku menyeruput kopi sambil membaca buku yang baru kubeli.  Aku begitu tenggelam dalam cerita di buku ketika bel pintu berdering.

Cangkir kopi aku letakkan di meja. Tergopoh-gopoh aku menuju ke pintu. Mungkin itu pesanan makanan yang datang. Aku memang sedang malas masak, jadi memesan saja secara online.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline