Bulan Ramadhan tiba, aku selalu takjub sendiri ketika bulan yang mulia ini menghampiri. Selama ini, bulan Ramadhan memberikan banyak rahasia kepadaku.
Dan tahun ini adalah pertama kalinya aku menjalankan ibadah puasa di kota yang asing, jauh dari hiruk pikuk Istanbul atau Ankara. Sebuah kota kecil yang berada di provinsi Dogubeyazit, dekat dengan perbatasan Iran.
Mengapa aku di sini? Kadangkala aku juga bertanya-tanya pada diriku pribadi. Aku menerima pekerjaan di tempat yang jauh dengan penghasilan yang biasa saja, tidak berlebihan.
Mungkin pekerjaan ini adalah pelarian karena aku dan dia terpaksa berpisah. Aku ingin hidup dalam ketenangan seperti di tempat ini.
Berhubung ada wabah virus Corona, pemerintah Turki telah memberlakukan lockdown di setiap wilayah. Pekerjaan harus dilakukan dan diselesaikan di rumah. Tidak masalah, karena pekerjaanku mengandalkan internet.
Namun menjelang Ramadhan aku sempat keluar, hanya untuk ke mini market. Aku membeli keperluan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan untuk sahur dan berbuka puasa.
Aku tidak mengalami kesulitan untuk bangun sahur, memang aku sudah terbiasa shalat Tahajud. Jadi, pukul dua dini hari aku sudah menyibukkan diri di dapur, membuat Corba, menggoreng telur dan meracik salad. Tak lupa juga satu teko kecil teh dengan gula batu di piring kecil.
Dalam waktu tidak sampai satu jam, semua makanan telah siap. Aku membawanya ke meja depan televisi. Meski aku hidup sendiri, aku cukup menikmatinya.
Tetiba ada ketukan di pintu apartemen. Dahiku berkerinyit, siapa yang mengetuk pintu saat sahur? Padahal aku belum banyak mengenal tetangga.
Dengan hati-hati aku mengintip dari lubang pintu. Aku heran melihat seorang pria berseragam tentara Turki. Dia tinggi dan tampan.
Kemudian aku membuka pintu.