Lihat ke Halaman Asli

Muthiah Alhasany

TERVERIFIKASI

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Ternyata Suku Baduy Dalam Bukan Masyarakat Primitif

Diperbarui: 12 Januari 2020   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkampungan Baduy Luar (dok.wanda)

Sudah lama saya ingin melihat suku Baduy Dalam di Lebak, Banten. Waktu masa kuliah, kawasan Baduy Dalam masih tidak boleh dimasuki orang luar. Beberapa tahun terakhir ini baru diperbolehkan.

Memang kalau merencanakan sesuatu dari jauh-jauh hari, kadang gagal di tengah jalan. Niat ke Baduy Dalam sudah lama, tetapi baru bisa terlaksana pergantian tahun baru yang lalu secara mendadak.

Rencana semula akan ke Garut batal karena sesuatu hal. Ketika melihat tawaran trip ke Baduy Dalam, saya terdorong ikut. Berangkat pagi tanggal 31 Desember, pulang tanggal satu Januari.

Perjalanan ini terbilang cukup nekad, saya tak punya persiapan fisik sebagaimana jika mau naik gunung. Ternyata medan yang dilalui lebih berat daripada ketika saya mendaki gunung Ijen beberapa bulan sebelumnya.

Desa Ciboleger, Baduy Luar (dok.pri)

Meeting point di stasiun Rangkasbitung, lalu menggunakan elf ke desa Ciboleger, Baduy Luar. Kami mulai perjalanan sekitar pukul setengah satu siang dengan cuaca buruk. Gerimis berubah menjadi hujan lebat.

Jembatan bambu (dok.safrii)

Batas Baduy Luar adalah sebuah jembatan bambu di ujung desa yang dinamakan Gazebo. Kaki sudah terasa pegal, tetapi perjalanan yang sangat berat baru dimulai ketika menuju Baduy Dalam.

Track yang dilalui terasa semakin berat dengan hujan lebat yang terus menerus mengguyur. Jalur yang dilalui semakin terjal dan licin. Masalahnya, jalur ini tidak satu arah mendaki, melainkan naik turun, memutari bukit lewat tebing dan hutan.

Kaki saya saya terkena kram, mungkin disebabkan dingin air hujan atau kurangnya persiapan. Untung pemandu membawa minyak gaharu yang dioleskan di betis. Saya tertatih-tatih berjalan meski dibantu dengan sebuah tongkat. Semua orang mempunyai tongkat yang dibeli di bawah untuk membantu berjalan di track yang berat.

Larangan membuang sampah (dok.pri)

Butuh 4 s/d lima jam menuju perkampungan Baduy Dalam. Kami tiba ke desa Cibeo sekitar pukul setengah enam. Kami melepas lelah sejenak dengan minum teh atau kopi panas dan makan bekal yang dibawa.

Sebelum hari semakin gelap, beberapa orang sempat membersihkan diri di sungai. Di perkampungan Baduy Dalam ini tidak ada kamar mandi, hanya sungai yang mengalir di belakang kampung. Kami dilarang menggunakan sabun dan odol.

Saya tidak berani mandi, hanya membersihkan sepatu sandal dan pakaian yang kotor dipenuhi tanah becek. Setelah itu menunaikan shalat Maghrib bersama teman-teman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline