Mengapa banyak orang yang tidak setuju dan menentang golput (golongan putih)? Sebenarnya tidak ada yang berhak untuk melarang seseorang memilih menjadi golput.
Hak orang yang memilih golput dijamin dalam pasal 28 UUD 1945. Golput adalah suara dan pendapat mereka dalam menyikapi perkembangan politik di negeri ini.
Saat ini golput merupakan pilihan yang menarik. Semakin banyak orang yang apatis terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Mereka memandang golput lebih menarik daripada dua pasangan calon yang sedang bertarung.
Karena itulah benar jika para pengamat memperkirakan bahwa angka golput akan meningkat menjadi sekitar 30 persen. Tidak mengejutkan bagi saya, sebab banyak orang yang sudah memastikan diri menjadi golput.
Golput adalah pilihan realistis. Orang orang yang sengaja memilih golput tidak buta politik, justru sebaliknya mereka paham betul dengan peristiwa politik yang sekarang terjadi di dalam negeri.
Mereka juga bukan orang yang kurang informasi tentang kedua pasangan calon. Sebagian malah mereka memiliki informasi yang lengkap tentang Paslon ini.
Dengan informasi yang telah diperoleh dan dipelajari, mereka menemukan kesalahan dan kelemahan fatal yang sulit untuk diterima. Mereka tahu bahwa ada borok besar di kedua Paslon. Dan itu membuat mereka tidak ingin memilih salah satu Paslon.
Sebenarnya mereka seperti dihadapkan pada buah simalakama. Jika memilih A hasilnya buruk, begitu pula jika memilih B. Ada jurang menganga di belakang kedua Paslon.
Selain itu, mereka juga tidak ingin mengingkari hati nurani. Kalau memilih si A tidak sreg, memilih B juga tidak sreg. Daripada memaksakan diri dan membuat perut mual, lebih baik menjadi golput.
Golput tidak ingin melacurkan diri dengan mencoba memilih salah satu Paslon. Kalau keduanya tidak memenuhi kriteria dan harapan, tidak perlu berpura pura menyukai mereka.
Sebenarnya ada dua jenis golput. Pertama adalah golput permanen, yang sudah sejak lama tidak ingin berpartisipasi dalam pemilu. Mereka tidak tertarik dengan perpolitikan di Indonesia.