Kemarin, Senin 16 April, rakyat Suriah berbondong-bondong turun ke jalan-jalan di Damaskus dan Horms. Mereka menentang invasi Amerika Serikat dan kedua sekutunya Inggris dan Perancis. Rakyat Suriah menghendaki agar mereka segera hengkang dari bumi Suriah. Mereka tidak ingin lagi negeri itu dijadikan korban keserakahan negara-negara Barat.
Selain menentang invasi Barat, rakyat Suriah menyatakan dukungan mereka terhadap sang Presiden Bashar Al Assad. Mereka menunjukkan kecintaan terhadap pemimpin Suriah tersebut dengan mengacungkan gambar-gambar Assad sepanjang jalan dan mengelu-elukan namanya. Bagi mereka, pemerintah Assad berhasil menggagalkan upaya sekutu menghancurkan Damaskus.
Memang kenyataannya dari sekitar 110 misil yang dilancarkan tentara sekutu, sebagian besar berhasil dihadang oleh kubu Assad. Banyak target yang tidak sasaran. Namun ada sebagian bangunan penting yang hancur, seperti gedung pusat riset untuk berbagai penelitian ilmiah di Damaskus. Walau begitu, rakyat menganggap Assad berhasil menghalau serangan sekutu.
Demontrasi rakyat Suriah yang memenuhi jalan raya-jalan raya ini sama sekali tidak diberitakan oleh media-media Barat. Tujuannya agar dunia internasional tidak tahu dan tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Pembelokan fakta dan pemebntukan opini bahwa Assad seorang dikator kejam selalu gencar mengisi media-media Barat.
Hanya televisi lokal dan media-media independen yang mengabarkan fakta-fakta di balik propaganda media-media Barat. dan para pengamat independen berusaha menyebarkannya melalui media sosial agar masyarakat internasional tidak buta dengan perilaku Amerika Serikat dan sekutunya yang menghalalkan segala cara untuk menguasai dunia.
Untuk sementara Amerika Serikat menghentikan serangan terhadap Suriah dan menyatakan akan keluar dari wilayah tersebut. Di Amerika Serikat sendiri, beberapa kelompok masyarakat melakukan demontrasi untuk menentang serangan sekutu. Mereka menyebut bahwa serangan sekutu adalah pembantaian terhadap rakyat Suriah.
Sedangkan Inggris dan Perancis masih menghendaki agar invasi tersebut dilanjutkan hingga Assad menyerah atau dijatuhkan. Namun, apabila Amerika Serikat benar-benar tidak mau mengikuti ajakan kedua sekutunya, maka Inggris dan Perancis tidak bisa memaksakan keinginannya. Masalahnya, Trump juga menghadapi tentangan dari kongres yang tidak menyetujui serangan tersebut.
Gelombang protes juga mewarnai negara-negara lain, tidak terkecuali di Perancis dan Inggris yang menjadi pendukung Amerika Serikat. Demonstrasi itu bukan hanya diikuti oleh kaum muslim, tetapi juga warga yang cinta damai. Di Timur Tengah, hampir di setiap negara, masyarakat turun ke jalan menentang invasi sekutu di Suriah.
Sebagai contoh adalah negara-negara yang sudah menjadi korban kebiadaban tentara sekutu seperti Irak dan Palestina. Masyarakat Irak, terutama di kota Basra juga memenuhi jalan-jalan dengan membawa bendera Irak dan Suriah. Sementara pemuda-pemuda Palestina melakukan pawai dengan membawa spanduk-spanduk untuk mengecam sekutu.
Kesadaran masyarakat di Timur Tengah semakin tinggi, bahwa selama ini Amerika Serikat dan sekutunya yang menghancurkan mereka. Masyarakat Timur Tengah tidak ingin terus menerus menjadi korban keserakahan sekutu yang menginginkan ladang-ladang minyak mereka. Sayangnya, perlawanan Timur Tengah tidak mendapat dukungan dari PBB yang dikendalikan negara-negara Barat.
Pemerintah-pemerintah zionis hanya bisa dilawan oleh rakyatnya sendiri. Karena itu sangat penting bagi media-media independen, para pemerhati politik independen untuk mengabarkan fakta yang terjadi dalam konflik-konflik Timur Tengah. Bukan dengan tidak fokusnya pemerintah untuk membangun dalam negeri, malah membuat negara itu semakin surut perekonomiannya.