Awal tahun baru 2018 menjadi pertanda baik untuk dua negara yang sebelumnya berseteru. Turki dan Jerman memasuki babak baru dalam hubungan bilateral mereka yang semula panas dingin akibat perbedaan pandangan politik. Kanselir Jerman, Angela Merkel bahkan sering melontarkan kecaman pedas terhadap Presiden Turki, Erdogan.
Hal itu disebabkan karena Jerman berindikasi mendukung tokoh oposisi yang berusaha menggoyang pemerintah Turki yang sah saat ini, terutama pasca kudeta yang terjadi di Ankara tahun 2016. Jerman dituduh melindungi buronan politik yang lari ke negara itu. Lantas, sebagai balasan atas sikap Jerman, maka Pemerintah Turki menahan seorang Jurnalis Jerman.
Namun semakin lama kedua negara menyadari bahwa perseteruan mereka sama sekali tidak menguntungkan. Eropa Barat yang dilanda bangkrut menjadi beban bagi Jerman. Selain itu Jerman juga menghadapi masalah pengungsi dan pemberantasan terorisme. Karena itu Jerman membutuhkan Turki.
Di sisi lain, Turki juga membutuhkan Jerman untuk berkoordinasi masalah terorisme dan mengendalikan gerakan oposisi yang terus merongrong. Turki yang mendapat tekanan Amerika Serikat dan Israel dalam persoalan Palestina dan Timur Tengah, harus mendapatkan dukungan negara kuat dari Eropa Barat. Jerman adalah negara yang paling kuat di Eropa Barat, baik dari sisi perekonomian maupun militer.
Maka pada hari Sabtu yang lalu, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavuslogu melakukan kunjungan resmi ke Jerman. Ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel untuk mmembicarakan hubungan kedua negara. Mereka sepakat untuk menghentikan pertikaian dan memperbaiki hubungan kedua negara, meski masih ada beberapa perbedaan pendapat
Dalam pertemuan di istana kekaisaran yang terletah di Jerman Tengah, Mevlut Cavuslogu mengakui kesalahan Turki yang menuduh Jerman mempunyai andil dalam mendukung oposisi dan menahan jurnalis Jerman tanpa bukti. Demikian pula Jerman menyesal telah banyak mengecam pemerintah Turki.
Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel mengingatkan bahwa hubungan Turki dan Jerman memiliki keterkaitan sejarah yang kuat. Pada masa berkuasanya NAZI, Turki membantu para pengungsi Jerman dari kekejaman tentara NAZI. Setelah perang Dunia kedua dimana Hitler telah dikalahkan, Turki membantu Jerman membangun perekonomiannya yang porak poranda.
Kini, kedua negara sepakat untuk melakukan segala hal yang bisa dilakukan dalam mengatasi masalah perekonomian dan politik. Mereka lebih mengutamakan menyatukan kepentingan kedua negara di masa depan. Terutama dengan adanya ikatan di antara mereka sejak berabad-abad yang lalu.
"Kami akan mengatasi kesulitan bersama-sama," tegas Gabriel di depan sejumlah wartawan.
Hal ini berarti, kasus-kasus yang melibatkan kedua negara dilupakan. Misalnya politikus-politikus Jerman yang menyerang pemerintahan Erdogan karena telah menangkap 50 000 orang yang diduga mendukung pemberontakan. Begitu pula para pelaku kudeta yang lari mencari suaka di Jerman dan tujuh orang Jerman yang ditangkap dimana empat di antaranya memiliki kewarganegaraan ganda.
Di samping pembicaraan mengenai hubungan kedua negara, Mevlut Cavuslogu dan Sigmar Gabriel juga membahas konflik yang sedang terjadi di Timur Tengah. Mereka membicarakan rencana dan langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam tragedi kemanusiaan yang telah memakan banyak korban tak berdosa.