"Jangan kerokan, kulitnya nanti makin tipis," kata keponakan saya yang termasuk generasi Z, kids zaman now.
"Siapa bilang? itu hanya mitos," bantahku.
Yup, kids zaman nowmemang tidak suka kerokan. Ekspresi mereka ketika melihat orang kerokan seperti melihat benda-benda museum, kelihatan kuno dan geli. Sesuatu yang tidak ingin mereka coba atau lakukan. Bagi kids zaman now, kerokan adalah milik orang tua zaman dulu ketika masih miskin. Sekarang kan gampang beli obat atau ke dokter.
Saya, yang merupakan bagian dari kids zaman oldadalah penggemar kerokan sejati, pantang minum obat kalau tidak terpaksa. Saya adalah orang yang menhindari urusan ke dokter dan sejauh mungkin dari rumah sakit. Seumur hidup, rasanya baru dua kali dirawat di rumah sakit. Pertama karena kecelakaan hingga patah tangan, dan kedua karena terkena DBD dan Tifus.
Sejak kecil, keluarga saya yang tinggal lama tinggal di Yogyakarta menerapkan kerokan sebagai pengobatan keluarga, sebagaimana orang Jawa lainnya. Dahulu kami kerokan dengan menggunakan uang Benggol (uang peninggalan zaman Belanda-ORI) yang ada lubang di tengahnya, terbuat dari kuningan. Uang itu paling pas untuk kerokan.
Formula untuk kerokan, hanya minyak klenthik yang dicampur dengan irisan bawang merah. Ramuan ini memberi efek khasiat hangat meski agak berbau. Kerokan berfungsi membuka pori-pori dan bawang merah berfungsi mengobati. Bertahun-tahun kami menggunakan formula ini hingga balsem mulai naik daun sebagai obat gosok.
Setelah balsem semakin dikenal masyarakat, balsem menjadi bahan utama untuk kerokan, walau masih bisa menggunakan bahan lainnya seperti minyak kayu putih atau minyak tawon. Balsem sangat mudah didapat, bukan hanya ada di toko obat atau apotik, tetapi juga di warung-warung kecil yang pada umumnya menjual rokok. Terutama Balsem Lang yang tersedia juga dalam bentuk kecil dan harganya sangat terjangkau.
Mengapa masyarakat sangat menyukai kerokan? pertama praktis dan mudah. KIta tidak perlu keluar rumah, cukup masuk kamar, siapkan uang untuk kerokan serta balsem. Kedua, kerokan adalah pengobatan dengan biaya paling murah. Bahkan lebih murah dari sebutir obat yang banyak beredar dalam bentuk satu kaplet isi empat butir.
Kalau kita membeli satu balsem, bisa digunakan puluhan kali. Selesai pemakaian, tutup baik-baik dan disimpan di lemari. Sedangkan kalau minum obat, satu butir belum tentu cukup, bisa dua atau tiga kali lagi. Jika sakit berlanjut, hubungi dokter (begitulah pesan dalam kemasan obat tersebut).
Ketiga, hasilnya bisa langsung dirasakan. Setelah selesai kerokan, balsem meresap ke dalam tubuh, mengobati yang sakit dan menghangatkan. Secara berangsur-angsur angin keluar dari pori-pori yang telah terbuka, rasa ngilu pun kemudian menghilang. Pusing di kepala terus lenyap dan tubuh terasa ringan.
Hasil kerokan, tergantung parahnya 'masuk angin' di tubuh kita. Kalau hanya pink, berarti tidak parah. Kalau merah terang cenderung gelap, berarti masuk angin cukup parah. Sedangkan jika sampai kehitaman atau ungu, berarti masuk anginnya sangat parah. Tubuh yang paling banyak mengandung angin, akan terasa lebih sakit ketika dikeroki, dan hasilnya semakin gelap.