Hidup tanpa internet nyaris mustahil bagi saya. Sebagai penulis, blogger dan aktivis organisasi saya selalu membutuhkan internet. Utamanya adalah mengirim tulisan dan berhubungan dengan teman-teman melalui media sosial. Tanpa internet, rasanya mati suri, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Enaknya berada di Jakarta adalah semua koneksi internet 'lancar jaya', apa pun providernya. Kapan pun mau update, bebas merdeka, bisa di jalan, di kereta, atau di dalam gedung. Maka penulis atau blogger yang tinggal di Jakarta merasa tenang, adem ayem selama internet ada di tangan. Bahkan kita juga bisa mencari fasilitas wifi gratis di cafe-cafe atau mal.
Namun berbeda jika kita sudah berada jauh di luar ibukota, ke provinsi lain yang ada di perbatasan. Misalnya di Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia. Kepulauan Riau adalah provinsi yang memilki jumlah pulau terbanyak di Indonesia, tak kurang dari 250 pulau. Kebanyakan orang Indonesia hanya tahu pulau Batam dan Pulau Natuna. Pulau Bintan sendiri, tempat kota Tanjung Pinang yang menjadi ibukota Kepri, jarang diketahui orang awam.
Saya pernah tinggal di sana selama beberapa bulan di rumah kakak perempuan, yang suaminya asli 'orang sana'. Saat itu, dia sedang butuh bantuan. Rumah kakak tidak persis di tengah kota Tanjung Pinang, tetapi ke arah Kijang. Tepatnya di Batu 18 (KM18), antara Kijang dan Tanjung Pinang. Selama itu saya nyaris 'mati gaya' karena sulit mendapatkan koneksi internet.
Padahal, modem dan no hape yang saya gunakan, adalah provider yang paling mahal. Maksudnya sih untuk menjamin koneksi internet. Soalnya provider itu iklannya menyiratkan, baik di gunung atau di laut, dan di seluruh Indonesia, bisa dijangkau. Kenyataannya, di rumah kakak saya, sinyalnya sayupsayup.
Saya jadi uring-uringan karena tidak bisa membuka akun medsos untuk mengetahup perkembangan teman-teman di Jakarta. Maka saya mengomel terus menerus. Keponakan saya yang mendengar omelan saya menjadi tertawa.
"Makanya pakai XL dong, tante," katanya.
"Lho, memangnya XL kencang di sini? lebih dari 'T'?" tanya saya heran.
"Iya, justru di sini XL lebih jelas dan kencang. Coba aja pakai punyaku nih," keponakan saya meyakinkan sambil mengulurkan modem XL miliknya.
Dengan penuh harapan saya segera membuka laptop dan memasang modem XL. Eh, dia sama sekali tidak bohong. Jaringan XL ternyata lebih bagus di pulau Bintan ini. Saya bisa membuka internet, memeriksa email, menyapa teman-teman melalui akun medsos dan membaca berita-berita dari media online. Saya merasa lega.
Esoknya, ketika saya dan keponakan jalan-jalan ke tengah kota Tanjung Pinang, saya minta berhenti di kantor cabang XL. Niatnya sih mau beli modem XL agar tidak perlu meminjam milik keponakan. Saya merasa tidak enak hati jika nanti kuota internetnya habis. Soalnya kalau saya buka internet, pasti cukup lama.