Lihat ke Halaman Asli

Muthiah Alhasany

TERVERIFIKASI

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pertahanan Industri Hulu Migas di Indonesia

Diperbarui: 17 September 2016   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Industri Hulu Migas pernah menjadi primadona perekonomian Indonesia karena memberikan pemasukan terbesar bagi negara. Masa kejayaan sektor migas memang telah surut, tetapi masih ada harapan mempertahankan industri ini. Pemerintah berusaha maksimal untuk menggenjot kembali industri hulu migas. Polemik tentang Menteri ESDM menunjukkan bahwa sektor ini tidak bisa dikelola secara sambil lalu.  Penanganan dan manajemen yang mumpuni sangat diperlukan agar industri hulu migas tetap menggeliat.

Tak dapat disangkal bahwa produksi minyak semakin surut. Kilang minyak yang telah dibangun sejak zaman Orde Baru, tak sanggup lagi memproduksi sebanyak dahulu. Namun dengan adanya eksplorasi di wilayah Timur,  tumbuh harapan baru. Penemuan beberapa sumber minyak langsung ditindaklanjuti dengan pembangunan  kilang-kilang baru. Maka masih ada peluang untuk investasi di sektor hulu migas ini. Pemerintah pun segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang dapat mendorong investasi hulu migas.

Industri minyak

Pada acara Nangkring Kompasiana bersama SKK MIgas di restoran Rarampa beberapa waktu yang lalu, Kepala Humas SKK MIgas, Taslim Z. Yunus memaparkan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah terkait upaya mendorong industri hulu migas. Antara lain kebijakan-kebijakan yang memungkinkan investasi hulu migas meningkat. Namun regulasi dari pemerintah pusat harus disesuaikan dengan pula dengan regulasi di daerah. Jika ada regulasi yang berbenturan akan mengakibatkan terhambatnya laju investasi hulu migas. 

Contoh kasus adalah regulasi Pemerintah Daerah di Bojonegoro yang mengeluarkan Perda agar perusahaan minyak menggunakan tenaga kerja lokal yang berasal dari daerah tersebut. Masalahnya, di Bojonegoro tidak tersedia Sumber Daya Manusia yang memenuhi syarat. Tenaga kerja yang sesuai kualifikasi perusahaan minyak harus didatangkan dari daerah lain.

"Investor di sana jadi kelabakan," kata Taslim. Perda semacam ini jelas menghambat investasi hulu migas.

Masalah klasik yang terjadi hampir di semua daerah adalah ruwetnya perizinan yang dikeluarkan pemerintah setempat. Bayangkan, sebuah perusahaan harus mengurus izin sebanyak 314 kali, mulai dari wilayah operasi, lembaga-lembaga terkait hingga ke kementrian. Banyaknya perizinan mengindikasikan bahwa sektor ini menjadi ladang korupsi. Perusahaan harus mengeluarkan biaya tinggi untuk perizinan dan memakan waktu yang cukup lama.  Namun berkat kebijakan pemerintahan Jokowi-JK, perizinan itu bisa dipangkas jauh.

"Sekarang tinggal 71 izin," tegas Taslim.

Indonesia masih memiliki cadangan minyak bumi yang potensial. Diperkirakan masih ada 43,7 milyar barrel minyak yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Area yang sudah teralisasi adalah 12.016 Km2 untuk Seismik 2D dan 13.723 Km2 untuk Seismik 3D. Berdasarkan data dari SKK Migas, Wilayah kerja (WK) per Juni 2016 tercatat ada 289 WK dengan 85 WK dalam taraf eksplorasi. Memang butuh waktu yang cukup panjang untuk mencapai taraf  eksploitasi hingga produksi dengan rentang waktu antara 4 s/d 10 tahun.

Industri hulu migas memerlukan percepatan. Apalagi mengingat bahwa 67 WK adalah sumur lama yang semakin susut produksinya. Setidaknya ada 18 WK yang sedang berusaha dikembangkan untuk memenuhi target produksi nasional.

Industri Gas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline