Dalam Kompasiana, Pak Tjipta memiliki panggilan yang beragam. Ada yang memanggilnya sebagai Opa, ada pula yang menyebutnya Ayah, ada juga yang memanggilnya Bang. Tampaknya hal itu tergantung dari usia masing-masing kompasianer tersebut. Saya sendiri menyebutnya Pak Tjipta (dengan nada hormat), bukan sebagai keluarga. Saya justru menganggap Pak Tjipta adalah seorang tokoh, khususnya dalam dunia maya Kompasiana yang telah melintasi batas jarak dan waktu.
Pak Tjipta sangat terkenal di Kompasiana. Bukan karena ia pernah menyabet gelar Kompasianer Terbaik. Minimal kita mengenal Pak Tjipta melalui tulisan-tulisannya yang selalu ada setiap hari. Motonya untuk menulis adalah one day one article, yang juga diikuti sebagian kompasianers. Dengan jumlah kompasianers yang 300 000-an ini, nyaris semua mengetahui tentang Pak Tjipta. Barangkali, yang tidak mengenal dia adalah para pemula, atau kompasianer yang jarang membuka dan membaca di Kompasiana.
Menurut saya, sebagai seorang tokoh Pak Tjipta adalah the real leader. Dia adalah sebaik-baik pemimpin. Walau kita tidak bisa menyaksikan bagaimana dia menjalani kehidupan sehari-hari, kita bisa mengetahui hal itu melalui kegiatan-kegiatan yang banyak dituangkan ke dalam tulisan. Pak Tjipta orang yang jujur, maka tulisan-tulisannya adalah betul-betul cermin dari dirinya sendiri. Berbeda dengan beberapa kompasianer yang ternyata kepribadiannya tidak sebanding dengan tulisannya.
Bagaimana saya menilai Pak Tjipta? Pertama dengan tatap muka dan berbincang-bincang dengannya. Memang pertemuan kami tidak dalam frekuensi yang tinggi, karena Pak Tjipta lebih banyak tinggal di benua Kanguru. Namun dari bincang-bincang tersebut saya dapat menangkap kepribadian Pak Tjipta yang sebenarnya. Kedua, melalui tulisan-tulisannya yang selalu mengandung kebaikan sehingga mampu menginspirasi kompasianer-kompasianer lainnya. Kita lihat konsistensi tulisan Pak Tjipta menyiratkan ketegasan di jalan yang lurus.
Pak Tjipta memiliki sifat-sifat seorang pemimpin. Dia bijaksana, rendah hati, selalu memberikan solusi, tidak pendendam dan suka menolong orang lain. Karena itulah ia sukses menjalani hidup ini walau pernah jatuh bangun diterpa badai kehidupan. Kekuatan Tuhan dan kesetiaan sang istri Roselina menjadi penopang penting yang memperkuat kepemimpinan Pak Tjipta. Dimana pun ia berada, Pak Tjipta selalu menjadi magnet bagi orang lain, untuk memerhatikan dan meneladaninya.
Pak Tjipta telah menjadi pemimpin yang sebenarnya. Pertama, dia adalah pemimpin dalam keluarga. Simak saja bagaimana dia mengendalikan biduk rumah tangga dalam keadaaan susah dan senang. Dalam keadaan terpuruk, anggota keluarga lainnya tetap percaya bahwa Pak Tjipta akan bisa mengeluarkan mereka dalam kesulitan. Oleh sebab itu mereka juga tak gentar menghadapi masalah selama Pak Tjipta tetap tampak tegar melawan semua rintangan. Pak Tjipta membangun suasana keluarga yang saling bantu membantu sehingga menjadi suatu kekuatan tersendiri.
Kedua, Pak Tjipta adalah seorang pemimpin di perusahaan yang dibangunnya. Ciri khas seorang pemimpin dalam perusahaan adalah bagaimana dia bisa merangkul semua karyawan untuk turut serta membesarkan perusahaan. Tidak ada gap atau batasan seperti yang ada dalam perusahaan lain, yang terbagi antara bos dengan karyawan. Sifat kebapakan yang dimiliki oleh Pak Tjipta membuat karyawan merasa nyaman dan menjadi bagian dari satu keluarga besar, berjuang bersama dan membangun bersama. Sukses perusahaan adalah hasil jerih payah bersama dan dinikmati bersama. Tak heran Pak Tjipta menjadi pengusaha yang cukup sukses dan dikenal luas oleh para pebisnis.
Ketiga, Pak Tjipta menjadi pemimpin di lingkungannya. Entah itu lingkungan rumah, lingkungan kerja atau bahkan di antara teman-temannya sendiri. Banyak orang yang selalu meminta pendapat atau sekedar saran kepada Pak Tjipta, baik itu mengenai masalah bisnis atau masalah kehidupan. Dengan wawasan yang luas dan mendalam maka Pak Tjipta mampu memberikan solusi bagi orang-orang yang memerlukan. Dan semua itu dilakukan Pak Tjipta dengan tulus ikhlas, tanpa imbalan apapun.
Keempat, Pak Tjipta adalah pemimpin di dunia Kompasiana. Boleh dikatakan bahwa sebagian besar warga kompasiana selalu menyimak tulisan-tulisan Pak Tjipta dan berusaha mengambil manfaatnya. Mereka menjadi penggemar atau followers dalam arti sesuangguhnya. Secara diam-diam menjiplak cara-cara Pak Tjipta dalam menangani berbagai masalah atau menjalani kehidupan. Belum lagi silent reader yang tak terdeteksi, yang membaca karya-karya Pak Tjipta yang dibagikan melalui akun medsos. Mereka belum tentu kompasianers dan juga tidak pernah mengenal Pak Tjipta, tetapi mengikuti apa yang diajarkan Pak Tjipta lewat tulisan-tulisan tersebut.
Kelima, Pak Tjipta tentu saja menjadi pemimpin di antara pemimpin lainnya. Orang-orang yang mengenal Pak Tjipta, baik itu pebisnis, teman sejawat atau kompasianer menjadikannya sebagai pemimpin mereka, walau tidak secara resmi. Bukan karena usianya yang sudah kepala tujuh, tetapi karena menganggap keteladannya dalam memimpin patut ditiru agar mereka juga bisa menjadi sebaik Pak Tjipta. Dan saya yakin bahwa mereka pasti sudah menjadi pemimpin yang lebih baik dari sebelumnya.
Dalam beberapa hal, saya belum mampu mengikuti Pak Tjipta. Produktivitas Pak Tjipta membuat saya terengah-engah, karena saya lebih banyak dipengaruhio moody yang sering berubah haluan. Selain itu, tingkat kesabaran dalam menghadapi masalah juga belum maksimal. Karena itu saya banyak belajar bagaimana cara Pak Tjipta menanggulangi masalah melalui pengalaman-pengalamannya di masa lalu. Terutama tentang ke'legowo'an Pak Tjipta menghadapi orang-orang yang pernah berbuat jahat dan menyakiti diri dan keluarganya.