Sepuluh tahun yang lalu, saya telah melaksanakan ibadah umrah. Tetapi hal itu belum mendorong saya untuk mengenakan jilbab. Secara pribadi saya masih berpendapat bahwa selama saya selalu berbuat baik dan tidak merugikan orang lain, maka hal itu tidak menjadi masalah. Apalagi selama ini pakaian saya selalu tertutup. Saya senang mengenakan celana panjang dengan baju atasan lengan panjang. Sesungguhnya yang kurang hanyalah menutupi bagian kepala.
Beberapa bulan setelah umrah saya masih berpakaian tanpa penutup kepala. Rambut masih dibiarkan terurai, terlihat oleh orang lain. Bahkan juga biasa dilihat laki-laki yang bukan muhrim. Saya merasa biasa-biasa saja. Toh saya tidak pernah meninggalkan ibadah yang lain. Sholat adalah ibadah yang selalu saya jaga keutamaannya. Saya masih menjalani kehidupan seperti sebelumnya. Hingga tiba bulan Ramadan.
Hati saya bergembira setiap kali akan datang bulan suci Ramadan. Ini adalah saat-saat yang menyenangkan bagi keluarga. kami bisa lebih banyak berkumpul, menikmati buka puasa dan tarawih bersama. Saya selalu berusaha meningkatkan intensitas ibadah pada bulan Ramadan. Malam-malam hari saya sering tidak tidur, bermuhasabah, mencoba semakin dekat dengan Sang Pencipta. Pada suatu malam di minggu awal Ramadan, entah mengapa saya menatap lama ke dalam cermin. Hati saya dipenuhi oleh Allah.
"Ya Allah, amal dan kebajikan telah aku usahakan selama ini untuk mendapatkan cintaMU. Apalagi yang kurang, Ya Allah? Apalagi yang belum aku lakukan untuk menyempurnakan pengabdianku kepadaMu?"
Keheningan meliputi diri saya. Tiba-tiba saya mendengar suatu bisikan yang sangat halus di telinga. Suara yang halus, namun bernada tegas.
"Tutupi auratmu. Tutupi auratmu,"
Saya tersentak. Tersadar bahwa saya belum menyempurnakan perintah Allah untuk menutupi aurat. Walau pakaian saya sudah tertutup, tetapi kepala masih terbuka. Ini adalah teguran langsung karena saya mengabaikannya. Padahal saya tahu Allah telah memerintahkan perempuan untuk berhijab di dalam Alquran. Sungguh saya merasa malu.
Saya pun menunduk, menangisi di hadapan Allah. Saya membanggakan iman saya yang berusaha tidak pernah berbuat jahat. Tetapi semua itu belum apa-apa karena saya belum melaksanakan perintah Allah untuk berhijab. Itu berarti saya pun berlumuran dosa karena sebagian aurat terlihat oleh laki-laki yang bukan muhrim.
Sebagai seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya, maka saya pun melakukan sholat tobat, memohon ampunan dari Allah. Saya tahu, dengan kasih sayangNya yang tanpa batas, Allah terus menegur dan memperbaiki kepribadian hamba-hambanya. Dan saya harus bersyukurm bahwa Allah telah memberikan petunjuk dan hidayah yang jelas. Anggapan saya selama ini keliru, berbuat baik saja tida cukup. Kita harus mematuhi perintah Allah dalam segala hal.
Keesokan harinya saya mulai mengenakan hijab. Jilbab yang saya kenakan adalah yang saya gunakan ketika umrah beberapa bulan sebelumnya. Kemudian, saya membeli beberapa buah jilbab yang ada di pasaran untuk melengkapinya. Membeli jilbab dengan menyicil, satu atau dua setiap bulan, tergantung kondisi keuangan saat itu. Keluarga dan teman-teman menyambut gembira keputusan saya mengenakan hijab.
Bulan Ramadan selalu menjadi bulan istimewa bagi saya. Dalam bulan suci inilah Allah seringkali memperlihatkan kebesaran dan kekausaannya kepada seorang hamba yang hina seperti saya. pada bulan inilah saya mendapat tambahan ilmu dan hikmah, memaknai agama Islam secara utuh. Sungguh, Ramadan adalah bukti cinta Allah kepada makhluk-makhluk ciptaanNya. Engkau Maha Mulia, Ya Allah. Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Wadud, cintaMu tiada duanya.