Ada saja orang yang mencela dan berusaha menjatuhkan Jokowi. Kebanyakan mereka berasal dari partai-partai peserta pemilu. Hal ini bisa diartikan bahwa Jokowi menjadi ancaman paling serius dalam perolehan suara pada Pemilu 2014. Disadari atau tidak, celaan dan ucapan minus tentang Jokowi justru tidak mengurangi simpati masyarakat, bahkan sebaliknya semakin menjatuhkan elektabilitas partai itu sendiri.
Jika Demokrat tetap membiarkan orang seperti Ruhut terus menggonggong, maka bisa dipastikan partai ini hanya akan menuai kebencian dari masyarakat. Sikap pengurus lainnya seperti Marzuki Ali dan Syarif Hasan, setali tiga uang, melontarkan serangan yang sering tidak logis, yang bisa dinilai oleh orang awam sebagai suatu kebodohan. Begitu pula sikap beberapa pengurus Golkar dan PPP yang akhir-akhir ini ikut mencari-cari kesalahan Jokowi.
Barangkali mereka lupa sifat masyarakat Indonesia. Jika masyarakat menilai ada orang yang diperlakukan tidak adil, atau 'dikuyo-kuyo', maka masyarakat akan ramai-ramai membela dan memberikan dukungan sebesar-besarnya. Lihat apa yang didapatkan oleh SBY ketika dia dianggap disingkirkan oleh pemerintahan Megawati. Maka, apa yang terjadi sekarang, semua celaan yang ditujukan kepada Jokowi akan semakin membesarkan nama Jokowi. Sebagai seorang politikus, Jokowi tentu sangat memahami hal ini. Karena itu, ia selalu tersenyum menanggapi setiap serangan dari lawan-lawannya.
Masalahnya, kebanyakan komentar kepada Jokowi bukanlah kritik yang membangun atau didorong semangat kerja sama untuk memberikan solusi yang lebih baik melainkan hanya serangan untuk melemahkan Jokowi. Misalnya masalah banjir, yang memang telah ada puluhan tahun dan penanganannya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan kerja sama dari semua pihak. Hal yang paling sulit adalah mengubah pola pikir masyarakat yang tinggal di Bantaran sungai Ciliwung.
Tokoh-tokoh politik dari partai-partai lain memang tidak akan pernah menjadi obyektif dalam menilai seseorang yang dianggap sebagai musuh atau ancaman yang dapat menjadi penghalang utama memenangkan Pemilu. Namun masyarakat masih bisa menjadi pemilih yang obyektif. Mereka bisa menilai kinerja Jokowi secara apa adanya. Dan bagi masyarakat Jakarta, hanya Jokowi yang terlihat repot mengurusi mereka setiap hari. Sedangkan Kepala Daerah lain, belum tentu segencar Jokowi dalam menyambangi rakyatnya. Begitu pula dengan para pengusaha yang berkiprah dalam memajukan perekonomian di Indonesia. Beberapa pengusaha yang bersimpati kepada Jokowi, tak segan-segan menyumbang dalam bentuk materi untuk menunjang suksesnya program-program Jokowi dalam memperbaiki kondisi ibukota.
Kinerja Jokowi juga bisa dinilai secara profesional. Hal ini bisa terlihat bahwa cara Jokowi menjalankan roda pemerintahannya telah menarik perhatian hingga ke seluruh dunia. Jokowi seringkali menghiasi berita-berita di media asing ternama. Bahkan baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Inggris, menyempatkan diri untuk bertemu dengan Gubernur DKI ini. Ada indikasi bahwa Jokowi dipandang sebagai calon pemimpin Indonesia di masa depan. Indonesia, yang tetap merupakan negara paling strategis di Asia Tenggara, menjadi sorotan negara-negara adidaya. Mereka mengamati pergerakan politik di Indonesia dan melihat keberpihakan rakyat kepada pemimpin seperti Jokowi.
Maka sia-sia orang yang senang mencela Jokowi. Mereka telah membuang waktu dan tenaga untuk mencela Jokowi, yang seharusnya dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas partai dalam menghadapi Pemilu 2014. Partai-partai yang ternyata sudah morat-marit dan kehilangan rasa percaya diri akibat digerogoti oknum-oknumnya. Percuma Jokowi dicela, Jokowi justru akan merajalela.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H