Lihat ke Halaman Asli

Muthiah Alhasany

TERVERIFIKASI

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengalaman Saya Berhubungan dengan Mafia Black Dollar

Diperbarui: 4 April 2017   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14266055141253566167

[caption id="attachment_403625" align="aligncenter" width="624" caption="KOMPAS.com/Sakina Rakhma Diah Setiawan - Uang kertas pecahan 100 dollar AS desain baru."][/caption]

Efek dari melemahnya rupiah, salah satunya adalah banyak orang kaya Indonesia yang ingin memborong dolar karena dianggap mata uang yang lebih stabil dan menguntungkan. Hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh mafia dolar. Para pemburu dolar menjadi sasaran empuk mafia dolar. Mafia ini lantas segera mengedarkan dolar palsu yang sangat mirip dengan aslinya.

Baru-baru ini terungkap bahwa seorang oknum TNI kedapatan menyimpan black dollar sebanyak 6.900 lembar dengan pecahan 100 dolar. Black dollar adalah lembaran uang dolar palsu yang diwarnai hitam agar lolos dari deteksi di bandara atau pelabuhan. Dengan suatu cairan kimia, lembaran hitam ini akan menjelma menjadi mata uang dolar. Sebenarnya tidak hanya dolar yang dipalsukan dengan cara seperti ini, ada juga mata uang lain. Tetapi karena dolar adalah mata uang internasional, maka pemalsuan uang inilah yang paling dominan.

Beberapa tahun yang lalu saya pernah berhubungan dengan mafia black dollar. Tidak sengaja sih. Ada seorang kawan penulis yang juga dosen telah memperkenalkan saya kepada mereka. Kawan ini pernah melakukan penelitian tentang orang 'negro', khususnya yang berasal dari Afrika. Nah, karena itu ia banyak berkenalan dengan orang-orang berkulit hitam tersebut. Pada saat itu ia baru saja berteman dengan beberapa negro. Mereka mengajak kawan ini bertemu di sebuah hotel di kawasan Menteng. Untuk menjaga dari segala sesuatu yang tidak diinginkan, lantas kawan ini mengajak saya menemaninya.

Kami lalu menuju hotel tersebut. Dua orang hitam berkebangsaan Nigeria menyambut di lobi. Kami pun berkenalan dengan menggunakan bahasa Inggris. Sekedar basa-basi, dua pria negro ini menanyakan asal-usul saya. Mereka membawa kami ke dalam sebuah kamar yang telah disewa. Kami dipersilakan duduk dengan santai. Melanjutkan percakapan basa-basi, mereka memuji kawan saya sebagai wanita yang menarik dan 'hot'. Dalam hati saya, rayuan gombal macam begini tak mempan bagi orang seperti kami.

Beberapa waktu kemudian, salah seorang dari mereka mulai menawarkan dolar yang dimilikinya. Ia mengatakan bahwa dolar tersebut keluaran salah satu bank di Inggris yang belum diedarkan. Kemudian mereka mengeluarkan satu lembar black dollar sebagai contoh. Selain itu, ada sebuah botol kecil berisi cairan kimia. Si Negro menerangkan bahwa karena uang itu adalah uang baru yang belum diedarkan, maka masih tampak belum 'matang'. Untuk menjadikannya sebagai dolar utuh diperlukan cairan tersebut. Mereka lalu memperagakan bagaimana mengolesi lembaran black dollar dengan cairan kimia tersebut. Kami bagai menyaksikan sebuah sulap. Lembaran hitam yang semula tidak menarik itu, berubah menjadi lembaran dolar, hampir sama persis dengan yang asli.

Kedua orang tersebut terus membujuk agar kami mau membeli dolar tersebut. Alasan mereka, kehabisan uang untuk bekal hidup di Indonesia, dan mereka tak bisa kembali ke negara asal karena tidak memiliki uang. Ketika saya tanyakan  mengapa tidak langsung tukarkan saja di money changer, mereka berkilah tidak ingin banyak ribet. Sebab nantinya akan banyak prosedur yang mereka lewati. Agaknya mereka menyangka bahwa kami akan bisa terkena tipu daya semacam itu. Sayangnya, kami bukan pemburu dolar dan masih menggunakan akal sehat atau rasio untuk menilai perbuatan mereka.

Dengan halus kami menolak dan berusaha mengalihkan perhatian mereka terhadap hal-hal lain. Lama-kelamaan mereka sadar kami tak bisa dibujuk, dan akhirnya menyudahi percakapan. Kami pun beranjak pergi. Kedua orang tersebut memberikan nomor telepon kalau sewaktu-waktu kami berubah pikiran. Tentu saka kami tidak akan melakukannya. Lantas, kami berdua meninggalkan mereka di hotel tersebut.

Dalam perjalanan pulang, saya mencetuskan ide untuk melaporkan mereka pada pihak yang berwajib. Namun teman saya tidak ingin berurusan dengan mafia. Setidaknya, akan ada ancaman mengerikan dari mafia jika kami melibatkan diri. Kelihatannya saja mereka ramah, tapi mafia biasanya tak segan-segan menghabisi nyawa orang. Akhirnya saya menuruti perkataan teman yang mengutamakan selamat. Toh, dia yang pertama kali berkenalan dengan mereka. Saya hanya ikut terbawa saja. Seiring dengan berjalannya waktu, saya pun melupakan kejadian itu.

Mencuatnya kasus dolar palsu atau black dollar telah mengingatkan saya akan pengalaman tersebut.  Penting kiranya bagi teman-teman agar tidak mudah terjebak oleh mafia dolar ini. Kadang-kadang karena egois, banyak orang yang memborong dolar tanpa berhati-hati. Kota-kota besar dan daerah wisata adalah tempat peredaran dolar palsu. Apalagi sekarang banyak pribumi yang telah menjadi kaki tangan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline