Lihat ke Halaman Asli

Emoef Abdu Somad

Guru yang punya hobby nulis

Play With Me

Diperbarui: 14 Januari 2021   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

By Emoef Abdu Somad

(Cerpen horor)

Sebuah mobil voridjer terparkir di rumah Nyonya Adriana. Empat orang polisi dan beberapa tetangga tampak mengobrol. Wajah mereka terlihat serius. Nyonya Adriana menangis. Rambut brunette-nya tampak kusut. Semua pasti karena Demitri, anak lelaki satu-satunya dengan Tuan Hanz. Bocah dua belas tahun yang terkenal bengal  ini sudah dua hari menghilang dan tidak meninggalkan jejak sama sekali. Mungkinkah dia dibawa oleh hantu Sungai Rhine? Atau dia telah membeku di bawah tumpukan salju? Seperti juga Lukas, Demitri tak akan mungkin ditemukan. 

Gegas kuteruskan langkah untuk kembali ke rumah. Tak tega rasanya melihat wajah wanita berusia kurang lebih empat puluh tahun itu digerus duka.

 # 

Paman Sam, Bibi Mary, dan anak-anaknya sedang bergembira. Ini malam istimewa. Semuanya terlihat dari tempat aku berdiri memandangi mereka, pada sebuah jendela kecil di ruangan berbau apak. Di meja makan mereka pasti telah tersedia roasted turkay, yule log, ginger bread, plum puding, dan aneka panganan khas hari raya lainnya. 

Teringat beberapa tahun silam, aku yang berada di ruangan itu bersama Momy dan Dady, berselimut kehangatan. Kini aku terusir dari rumahku sendiri. Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuaku menjadi penyebabnya. Paman Sam menjadi waliku kini. Semenjak itu kesedihan dimulai dalam hidupku. 

Alunan musik masih terdengar, juga suara lonceng yang memenuhi penjuru desa kecil tempat aku tinggal. Udara terasa menggigit, menghadirkan gigil di sekujur tubuh. Semua karena perut yang belum terisi makanan. Aku tak berselera makan. Roti gandum yang mengeras dan sudah mulai mengeluarkan jamur rhizopus stolonifer, membuat selera makanku menguap. 

Kuseret langkah kaki, menjauhi jendela. Rasanya marah dengan takdir baik yang tak berpihak. Lunglai kuambil mainan yang tergeletak di kamar, lebih tepatnya gudang yang menjadi tempat istirahat setiap harinya. Mainan ini terlihat sudah tua. Aku mendapatkannya beberapa minggu yang lalu. 

Waktu itu, sepulangku dari kebun anggur, Nyonya Yulia terlihat sedang membereskan rumah. Setumpuk besar sampah dan mainan milik Jonathan, putra semata wayangnya,  dia bawa ke halaman rumah. Aku mendekati wanita yang berprofesi sebagai dokter tersebut.

 "Bolehkah aku membantumu, Nyonya?" tanyaku penuh harap. Aku memang senang membantu siapa saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline