Lihat ke Halaman Asli

Nurdin Taher

TERVERIFIKASI

Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Asma Dewi, Riwayatmu Kini!

Diperbarui: 18 September 2017   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Asma Dewi (kompas.com)

Oleh : eN-Te

Asma Dewi, seorang ibu rumah tangga (IRT) mendadak tenar. Ketenarannya diperoleh melalui cara 'unik', yakni ditangkap oleh pihak kepolisian setelah diketahui melakukan ujaran kebencian di akun media sosial (facebook) miliknya. Kepolisian melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Asma Dewi, pada Jumat (8/9/2017) di rumah kakaknya, yang juga seorang polisi di Jl. Ampera Raya Jakarta Selatan.

Sontak nama Asma Dewi menjadi perhatian dan pusat perbincangan. Publik kemudian berlomba-lomba untuk menelisik lebih jauh profil perempuan berjilbab ini. Siapa gerangan dia, sehingga dapat menyita perhatian warganet di dunia maya maupun dunia nyata.

Sejauh informasi yang dapat diakses, Asma Dewi diduga terlibat dalam kelompok penyebar kebencian berkonten Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), Saracen. Hal mana diketahui melalui jejak pergerakan transaksi keuangan melalui rekening Asma Dewi kepada salah seorang pengurus inti Saracen.

Nilai nominal yang terlacak oleh penyidik POLRI sejauh ini sebesar 75 juta rupiah. Tak menutup kemungkinan boleh jadi transaksi keuangan melaui rekening Asma Dewi kepada kelompok Saracen tidak hanya berhenti pada nominal nilai 75 juta yang sudah terungkap itu saja.

Patut pula kita pastikan bahwa proses pergerakan (mutasi) keuangan dengan nilai nominal sebesar 75 juta rupiah itu mempunyai motif politik. Yakni dalam rangka untuk mengorder berita dan atau informasi hoaks beraroma kebencian SARA. Berita dan atau informasi hoaks berkonten kebencian SARA itu dimaksudkan untuk tujuan untuk menghantam lawan politik.

Mencoba menggiring opini dan sekaligus memanipulasi sentimen publik, khususnya umat mayoritas dari penduduk negeri ini untuk tidak mempercayai dan sekaligus membenci rejim yang sedang berkuasa saat ini. Dengan demikian, pada suatu kondisi tertentu, di mana perasaan publik sudah dapat dimainkan, kemudian diekploitasi sedemikian rupa, maka bandul itu akan diarahkan sesuka keinginan mereka untuk 'menghentikkan' rejim saat ini. Apakah proses penghentian itu melalui jalan konstitusional atau tidak, tergantung momentum yang ada.

Mengingat sebelumnya pihak penyidik telah mengungkap jaringan Saracen yang bekerja memproduksi berita dan atau informasi hoaks dengan alasan ekonomi. Meski begitu sejauh dapat ditafsirkan bahwa faktor ekonomi hanyalah salah satu variabel dari kelompok pengkhianat bangsa semisal Saracen ini dalam memainkan bandul sentimen atas nama SARA.

Bukti pergerakan uang melalui rekening Asma Dewi ke rekening kelompok penebar kebencian berkonten SARA (Saracen), tidak serta merta dapat menjadi 'mesiu' mematikan. Lazimnya, pihak tertuduh akan menyangkal bukti yang diperoleh pihak berwajib. Melalui pengacaranya, Asama Dewi membantah pernah mentransfer uang dengan nilai nominal seperti yang disebutkan polisi. Tapi bagi penyidik bantahan itu buan merupakan sesuatu yang perlu dipikirkan secara serius. Sebab dalam konteks hukum (pidana maupun perdata), merupakan hak tertuduh (tersangka) untuk menyangkal semua bukti yang disodorkan penyidik. Bagi penyidik proses hukum akan tetap berlanjut, tanpa harus terpengaruh dengan berbagai trik-trik yang dilakukan oleh tersangka.

Pasti bagi seorang Asma Dewi, tidak pernah terlintas dalam benaknya, kisah hidupnya akan berakhir di tahanan seperti saat ini. Mungkin selama ini yang ada dalam pikirannya adalah hal-hal yang menyenangkan, menggembirakan, dan sudah pasti mengharapkan akan mendapat kebahagian di ujungnya (happy ending). Sayangnya, fakta hari ini memberikan gambaran yang sangat kontras dengan apa yang selama ini yang ada dalam imajinasinya.

Semua 'obsesi' dan angan-angan akan mendapat kelimpahan atas usaha dan perjuangannya, ya membela 'agama', membela 'kebenaran', membela 'keadilan' versi kelompok yang menjadi bagian dirinya, ternyata sangat berkebalikan. Kegigihannya tetap istiqomah dalam perjuangan, termasuk terlibat secara aktif sebagai 'relawan' (menurut pengakuan mereka yang selama ini dibelanya) patut mendapat acungan jempol. Spirit pantang menyerah, termasuk harus 'bermain api' menyerempet, bahkan berkecimpung dalam kelompok penebar kebencian berkonten SARA, tak membuat nyalinya ciut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline