Oleh : eN-Te
Pemiliham Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 101 wilayah seluruh Indonesia mulai digelar hari ini (Rabu, 15/2/17). DKI Jakarta sebagai miniature Indonesia juga menggelar pemilihan gubernur (Pilgub) untuk periode 2017-2022. Dalam Pilgub DKI bertarung tiga pasangan calon (paslon).
Paslon nomor 1 diwakili Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cagub berpasangan dengan Sylviana Murni (Sylvi) sebagai cawagub. Paslon nomor 2, Basuki Tjahaya Purnama (BTP alias Ahok) sebagai cagub bertandem dengan Djarot Syaiful Hidayat (Djarot) sebagai cawagub. Sedangkan paslon nomor 3, Anies Baswedan (Anies) bergandengan dengan Sandiaga Uno (Sandi).
Warga ibu kota mulai pagi hingga pukul 12.00 Wib telah menjatuhkan pilihan terhadap paslon yang dianggap dapat memenuhi aspirasi mereka. Preferensi politik warga telah terpetakan secara jelas melalui beberapa hasil hitung lembaga survey. Sampai dengan tulisan ini dibuat, klasemen sementara Pilgub DKI berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas menmpatkan paslon nomor 2 (42,63%) disusul paslon nomor 3 (39,3%), dan paling buncit menempati klasemen adalah paslon nomor 1 (18,00%).
Melihat gambaran perolehan suara seperti tersebut di atas jika tetap stabil sampai perhitungan suara selesai maka dapat dipastikan bahwa yang maju ke putaran kedua adalah paslon 2 dan paslon 3. Sedangkan paslon 1 harus legowo menerima kenyataan bahwa warga ibu kota belum merasa yakin atas kemampuannya untuk dapat membenahi Jakarta.
Dengan demikian, hamper dapat dipastikan bahwa cagub paslon 1 AHY, mulai hari ini, ketika hitung cepat sudah mulai menunjuk titik akhir dan ditutup tidak lagi memilki harapan untuk memenangkan kompetisi kali ini. Itu berarti, AHY akan memulai ritme hidupnya sejak hari ini ketika perhitungan cepat ditutup akan menyandang status sebagai seorang ‘pengangguran’.
Jangan kemudian dengan hasil seperti yang tergambar berdasarkan hitung cepat beberapa lembaga survey melakukan pembelaan sebagaim kompensasi atas kekalahan yang terjadi. Misalnya, dengan menyebutkan bahwa hasil yang diperoleh hari ini merupakan akibat dari proses penggerusan yang dilakukan secara sengaja dan terencana serta sistematis terhadap elektabilitas paslon 1.
Apalagi mencoba mengaitkan dengan isu terakhir seperti yang dilempar oleh mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Bahwa meski apa yang dilakukan Antasari boleh jadi secara tidak langsung berpengaruh terhadap elektabilitas paslon 1, tapi hal itu janganlah menjadi sebuah enteri point sebagai justifikasi untuk mencari kambing hitam. Sebab jika itu dilakukan maka secara tidak langsung kita ‘menghina’ kecerdasan dan kemampuan menentukan pilihan warga ibu kota.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 15 Februari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H