Tanpa terasa sudah sepekan lebih saya absen menjual ‘ocehan’ di lapak Kompasiana. Meski begitu, saya tetap hadir memelototi setiap isu yang senantiasa aktual hadir di lapak Kompasiana. Kadang pula meninggalkan jejak di sana dengan memberi nilai dan juga komentar.
***
Hari ini saya mencoba kembali mengumpulkan informasi yang sempat terserap, kemudian mengolahnya sedemikan rupa agar dapat menjadi ‘jualan’, sehingga layak digelar di lapak Kompasiana. Salah satu informasi yang sempat masuk adalah mengenai program kerja pasangan calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) DKI pada Pilkada 2017.
Dari ketiga pasangan calon, ada yang menarik dari program pasangan calon nomor urut satu. Yakni menghidupkan kembali program Batuan Langsung Tunai (BLT) yang sempat membuat rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat dengan mulus menuai ‘untung’. Berkat program BLT, SBY dengan mulus mempertahankan kekuasaan untuk periode kedua. Mengapa demikian?
***
SBY berhasil menggenggam kekuasaan untuk lima tahun berikutnya setelah periode pertama, berkat ‘keampuhan’ program BLT. SBY menang mutlak mengalahkan calon presiden (Capres) kompetitor lainnya, setelah masyarakat Indonesia menjatuhkan pilihan pada pasangan calon SBY-Boediono pada Pilpres 2009. Kemenangan itu dengan mudah diperoleh SBY setelah masyarakat Indonesia merasa ‘berutang budi’ kepada SBY karena telah dengan sukarela bagai sinterklas membagi-bagikan uang secara gratis dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kepada rumah tangga sasaran (RTS).
BLT adalah program bantuan pemerintah berjenis pemberian uang tunai atau beragam bantuan lainnya, baik bersyarat (conditional cash transfer) maupun tak bersyarat (unconditional cash transfer) untuk masyarakat miskin (sumber). BLT pertama kali dijalankan melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS). BLT itu diberikan sebagai bentuk kompensasi pengurangan subsidi BBM. Program BLT ini diberikan dengan tujuan agar dapat menyentuh dan memberi manfaat langsung kepada masyarakat miskin, mendorong tanggung jawab sosial bersama dan dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada perhatian pemerintah yang secara konsisten benar-benar memperhatikan RTS yang pasti merasakan beban yang berat dari kenaikan harga BBM (sumber).
Sengaja saya memberi cetakan tebal miring untuk menegaskan tujuan praktis pemberian BLT tersebut. Rupanya pemberian BLT tidak hanya bermaksud mulia mengurangi beban hidup RTS rentan terhadap kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) akibat pengurangan subsidi, tapi juga mengandung tujuan ‘tersembunyi’. Yakni menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada perhatian pemerintah. Dan ternyata rezim SBY langsung menuai hasil yang sangat memuaskan setelah menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk membantu masyarakat miskin melalui program BLT. Rasa ewuh pakewuh atas ‘infaq’ yang diterima, mendorong masyarakat menjatuhkan pilihannya pada Pilpres 2009 kepada pasangan SBY-Boediono. Keduanya pun memenangkan pertarungan Pilpres 2009 hanya dalam satu putaran (sumber).
***
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Maka dengan berkaca pada pengalaman itu, pasangan calon Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Sylviana Murni (Sylvi) pun ingin mengikuti jejak SBY, yang juga merupakan ayahnya.
AHY seakan ingin mengikuti pola yang telah terbangun dalam keluarganya. Pengalaman baik yang telah digoreskan sang ayah, ingin pula diteruskan. AHY seakan ingin menunjukkan kualitas dirinya sebagai anak yang berbakti. Teladan yang telah dicontohkan sang ayah, apalagi praktek tersebut merupakan best practice, adalah sebuah ‘kedurhakaan’ bila tidak mencontohinya.
Di mana-mana, ‘perilaku’ anak tersebut menjadi cermin orang tuanya. Bila si anak tidak mengikuti contoh baik yang telah diwariskan sang ayah, apalagi yang harus diharapkan dari anak berbakti? Karena itu, AHY tidak ingin menghindar dari cap menjadi anak durhaka. Maka program BLT yang telah mengantarkan ayahnya, SBY meraih tampuk kekuasaan untuk periode kedua pun ingin pula diadopsi ke dalam program kerjanya yang ingin dijual dalam Pilkada DKI 2017.