Ternyata, tinggal di rumah (angsuran BTN) dengan lahan yang amat sangat terbatas (sempit) tidak menghalangi kita untuk membuat, memiliki, dan merawat sebidang taman (kecil) yang dilengkapi dengan aksesori berupa sebuah kolam (yang juga kecil). Kesenangan bertukang dan ‘kotak-katik' di waktu senggang antara lain telah saya salurkan dengan membuat sendiri taman dan kolam ikan ini.
Sama seperti cara pemilikan rumah, membuat kolam inipun saya lakukan secara mengangsur. Mulai dari menggali tanah dan seterusnya sampai dengan memasang instalasi pipa sirkulasi air dan udara. Kecuali pipa air, aerator, dan kapas pembersih, bahannya juga tidak ada yang dibeli secara khusus. Hampir semuanya memanfaatkan sisa bahan/material renovasi rumah (dulu, sebelum ditempati). Lumayan, kan ...??? Hemat/murah dan tidak jelek-jelek amat, dan secara relatif juga bisa bagus dan asri (menurut saya,
lho ...
).
Setelah jadi, lumayan juga sebagai pengobat penat dan menghibur batin setelah seharian bekerja di luar rumah. Atau ... saat ini untuk menemani saya setiap harinya sesudah pensiun (alhamdulillah telah jatuh tempo mulai awal semester tahun 2009 ini) ... hehehe
Sebenarnya kolam ini telah agak lama juga dibuat. Waktu berlibur di Cisarua, Bogor pada tahun 1997, anak bungsu saya yang pada waktu itu belum genap berumur tiga tahun terpikat kesenangan melihat banyaknya ikan-ikan koi warna-warni yang besar-besar di dalam kolam. Setelah pulang ke rumah, kemudian ia minta dibuatkan kolam ikan seperti yang dilihatnya itu. Maka, jadilah kolam ini untuk memenuhi keinginannya.
Walaupun saya tidak pernah mengisinya dengan ikan koi seperti keinginannya semula, melainkan dengan ikan mas konsumsi atau ikan hias yang murah harganya, tetapi suka cita anak saya itu tidak pula berkurang.
Untuk sirkulasi dan pembersih air saya gunakan pompa air tanah yang sudah tidak terpakai lagi. Ikannya sendiri saya beli di pasar atau kalau sedang bersemangat kadang-kadang saya
mampir ke kios-kios ikan hias di Pasar Anyar, Bogor atau Pasar Jatinegara, Jakarta. Pernah juga beberapa kali selama bertahun-tahun hidup ikan mas konsumsi yang dibeli di pasar. Dari ukuran kecil (7-8 ekor per kg) bisa tumbuh sampai menjadi agak besar (2 ekor per kg). Kalau sudah terlalu sesak, isinya dikurangi untuk diberikan kepada handai tolan/tetangga (seisi rumah kami tak ada yang pernah "tega" mengkonsumsinya). Tapi dalam perjalanan waktu tidak selalu ada ikan di dalam kolam ini. Kadang sama sekali tidak ada ikan yang hidup di dalamnya.
Kalaupun ada, paling-paling hanya beberapa ekor ikan "cere" (Gambusia affinis) yang biasa ditemui di parit-parit (berguna membasmi jentik-jentik nyamuk),
atau ikan sapu-sapu yang banyak ditemui di dasar kali Ciliwung. Btw, seperti diketahui ikan cere ini memang luar biasa sekali daya berkembang biaknya, sedangkan ikan sapu-sapu luar biasa dalam daya juang untuk bisa tetap survive). Kadang-kadang pula tidak ada air sama sekali di dalamnya. Macam-macam penyebabnya, ya sedang bosan/capek saja, atau kadang karena sedang malas merawatnya, atau karena kemarau panjang yang kering, sehingga kami tidak punya cukup air untuk mengairinya. Pernah juga ikannya habis dilahap kucing garong (kepunyaan) tetangga yang selalu mengintai.
Sampailah pada tiga tahun terakhir kolam ini diisi lagi dengan "ikan koi" (palsu) ukuran kecil-kecil yang dibeli di pasar. Sebenarnya ini adalah jenis ikan mas hias biasa dan beberapa di antaranya adalah sejenis ikan mas konsumsi yang dikawinsilangkan. Yang paling besar saja ukuran panjangnya hanya kurang dari 15 cm. Ikannya sendiri tidak ada yang mahal harganya! Hanya pada kisaran harga Rp 1.000,00 sampai Rp 2.000,00 per ekor. Itupun biasanya secara berangsur dibelikan oleh ibunya anak-anak saya sambil belanja keperluan dapur di hari Sabtu/Minggu atau hari libur di pasar Bojonggede yang becek itu. Kadang-kadang 5 ekor, dan pada kesempatan yang lain dibelikannya 3 ekor ikan. Sekarang jumlahnya tidak kurang dari 25 ekor, dan semuanya nampak hidup cukup sehat, gembira/lincah, dan sejahtera. Kalaupun sesekali ada yang mati, itupun jarang, biasanya karena mabuk karena sehabis hujan yang mengandung polusi segala macam racun/asam dan radiasi, karena lupa atau malas kolamnya tidak langsung/segera diisi/ditambah lagi dengan air bersih yang baru. Rekaman foto di sebelah ini memperlihatkan ikan-ikan yang lincah tersebut pada saat diabadikan tanggal 17 November 2009 kemarin. Mulai bulan April 2009 yang lalu kolam ini bertambah lagi penghuninya.
Si Rico, begitu panggilannya, seekor kura-kura kecil yang amat lucu dan jinak, kini nampak setiap hari berenang kian kemari menyusuri sudut dan dasar kolam. Mulanya kura-kura ini (Kura-kura Brazil; Red-Eared Slider) keheranan dan nampak gamang berada di tempatnya yang baru. Celingak-celinguk memandang
rimbunnya dedaunan, atau dari sela-sela dedaunan memandang langit nan membiru. Kalau ada suara yang mengejutkannya (misalnya suara raungan sepeda motor dan kendaraan lain yang lewat) atau bila ada gerakan yang tiba-tiba, secepat kilat ia segera menyelam masuk ke dasar kolam.
Tak heran, karena di tempatnya yang lama - di rumah Nadya Audina yang cantik itu - kura-kura ini diletakkan (di dalam sebuah akuarium yang tidak cukup besar) di teras yang jauh dari pagar/jalan raya. Jauh dari keributan, walaupun tadinya ia lebih sering tak berdaya, selalu kalah dominan berdesakan dengan dua saudaranya yang lain.
Tapi setelah berjalan seminggu, nampaknya ia bisa beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, berenang-renang kian kemari dengan anggunnya di antara ikan-ikan hias yang sudah lebih dulu tinggal di kolam itu.
Lucunya lagi, kayaknya kura-kura ini juga lumayan "narsis", selalu dan sering kali mejeng sambil bertengger di tempat favoritnya di atas batu (selalu di atas batu yang sama) di tepian kolam. Difoto dari jarak dekat (close up) sekalipun, sampai ratusan kali shot, ia tak bergeming. Si Rico ini baru mau berpindah tempat dan terjun ke air kalau makanannya ditaburkan ke dalam kolam.
Terkadang ia keluar dari kolam, menjelajah halaman samping rumah yang sempit itu. Mungkin mencari jajanan/cemilan serangga atau cacing sebagai makanan alamiahnya. Beberapa rekaman foto ini memperlihatkan beberapa posenya yang cantik dan menawan hati (saya dan keluarga) dan ... mungkin juga Anda. Terima kasih, yaa ... untuk Bang Rico Cs. (di Villa Nusa Indah II, Bekasi Selatan) yang telah berbaik hati menghadiahi kura-kura ini untuk keluarga kami di Bojonggede.
Yang menggembirakan lagi, pada hari Senin tanggal 22 Juni 2009, kura-kura ini bertelur sebanyak 5 butir. Setiap butir telur beratnya 7 gram (perhatikan perbandingannya dengan telur ayam ras seberat 55-60 gram).
Sayang sekali telur yang dua butir pecah di dalam kolam. Lebih sayang lagi, ketiga butir telur tersebut mestinya tidak mengandung bibit (tidak dapat menetas menjadi kura-kura mungil yang lucu), karena si kura-kura betina ini sudah terpisah dari kura-kura yang jantan sejak sekitar dua bulan sebelumnya. Tidak mengapa. Meskipun demikian, ketiga butir telur itu saya coba juga untuk dieramkan (dengan dimasukkan ke dalam wadah berventilasi yang hangat, berisi pasir dan dedaunan kering). Siapa tahu ada "miracle of life"!
Hanya saja, omong-omong soal kolam ikan ini, para orang tua harap extra berhati-hati! Meskipun kolamnya tidak dalam (hanya sedangkal 15 cm saja dan 55 cm di bagian yang terdalam), bagi Anda yang memiliki anak balita hendaknya jangan pernah lengah walaupun sekejap.
Bahaya dan kecelakaan di rumah bisa mengancam secara tidak terduga (terutama bagi para orang tua yang keduanya bekerja di luar rumah). Kalau tidak, Anda yang berminat lebih baik menunda dulu pembuatan kolam ikan tersebut sampai anak-anak tercinta sudah agak sedikit lebih besar. Untuk melengkapi keasrian taman dan kolam tersebut, kita juga bisa membuat resapan air (hujan).
Sesuai dengan luas lahan yang amat terbatas itu, belum lama ini saya juga telah membuat (sendiri, kecuali pekerjaan menggali lubang) resapan air di halaman muka dan samping rumah yang sempit (yang pembuatannya juga diangsur). Luas seluruhnya bila diakumulasi berjumlah (panjang 8 m dan lebar 1,2 - 1,5 m), digali dengan kedalaman 80 - 100 cm. Lubang ini diisi berturut-turut dengan pasir, batu kerikil, dan batu koral (yang diambil dari kali Ciliwung). Sedangkan dasar lubang terlebih dulu dialasi selapisan ijuk yang berfungsi sebagai semacam filter (saringan).
Kemudian, apabila Anda menginginkan bidang permukaan tanah resapan air ini ditanami dengan rumput (sebagai pengganti batu koral), misalnya, maka kita juga masih dapat melakukannya dengan menutupi lapisan batu kerikil dengan selapis ijuk lagi, baru kemudian menebar media yang sesuai (tanah/rabuk) untuk ditanami rumput pilihan Anda. Tentu saja pilihan lapisan atas ini (mengganti batu koral dengan rumput) membawa implikasi perawatan yang menurut saya agak lebih merepotkan. Berdasarkan pengalaman, selama ini resapan air tersebut dapat menampung semua limpahan air hujan (hujan lebat sekalipun) dari cucuran atap (kecuali hujan lebat yang berlangsung lama). Daya serapnya lumayan/cukup tinggi, sehingga bermanfaat pada saat musim kemarau. Padahal sebelumnya air hujan dari talang/cucuran atap rumah terbuang saja secara percuma (sia-sia, bahkan berpotensi malapetaka), berlomba-lomba mengalir dengan deras ke kali Ciliwung yang letaknya tidak begitu jauh ke arah timur dari rumah kediaman kami.
Setelah mempunyai resapan air ini, sumber air tanah kami jadinya tidak pernah kering lagi. Yang juga menggembirakan, air tanah kami yang sejuk dan selama ini "terkenal" (sekedar di antara handai tolan dan relasi/teman yang pernah berkunjung ke rumah di Bojonggede), ternyata menurut uji laboratorium (PAM Pejompongan, Jakarta) kualitasnya (amat) bagus untuk konsumsi.
Dengan demikian, biarpun relatif kecil sekali, nampaknya kita juga bisa berpartisipasi dalam "membatasi peranan" Ciliwung terhadap terjadinya banjir di Jakarta pada setiap musim penghujan.
Di samping keuntungan tersebut, keuntungan lain adalah air sumur (pompa) kami bisa mengalir lebih deras, mengurangi jam kerja mesin pompa air, dan bisa menghemat biaya aliran listrik. Btw, soal aliran listrik yang saat ini sedang ngetren byar-pet di seantero Nusantara, sudah biasa kalau ada sedikit saja angin kencang dan geledek (http://www.tni-au.mil.id/content.asp?contentid=5820) berakibat pada padamnya aliran listrik di kawasan kami ini, ternyata tren pemadaman tersebut tidak ikut mewabah di Bojonggede pada musim hujan tahun ini ... Horeee (baca: Alhamdulillah) ...
Bojonggede, 18 November 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H