Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Hari Kemerdekaan: Mencari Pemimpin Amanah

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="434" caption="HUT RI ke-67"][/caption]

Esok negeri kita akan memperingati hari kemerdekaan yang ke 67, sejatinya bangsa Indonesia pada usia 67berada pada fasemenuju proses "kematangan".

Pengertian kemerdekaan secara harfiah adalah kebebasan, sedangkan peringatan hari kemerdekaan suatu negara diartikan sebagai peringatan hari dimana suatu negeri bebas dari segala bentuk penjajahan bangsa asing. Bebas membangun negerinya tanpa campur tangan dari bangsa lain. Jadi makna sesungguhnya dari peringatan hari kemerdekaan adalah untuk memperingati dan mengenang kembali jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang dengan penuh ketulusan.

Kita berharap, untuk mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, minimal apa yang tertulis di UUD 45 tentang kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, benar-benar dapat terwujud. Bukan hanya sekedar "tulisan bersejarah" atau "kenangan indah" apalagi cuma hak memilih dan dipilih dalam pemilu. Karena UUD 45 adalah amanah yang harus (seharusnya) di laksanakan oleh siapapun yang diberi kepercayaan oleh rakyat untuk memimpin negeri ini.

Dan sebagai orang-orang yang beragama tentu tahu betapa besar dosa bagi orang-orang yang tidak menjalankan amanah dengan baik.Sudah sepatutnya kita mengecam para pemimpin yang tidak menjalankan amanah.

Di Jakarta, ibukota negara ini kini tengah menunggu pemilukada putaran dua sebagai penentuan siapa yang akan memimpin DKI Jakarta lima tahun kedepan. Rakyat Jakarta kini tengah ambigu karena kesadarannya dimainkan oleh pencitraan calon gubernur yang beritanya tiap hari menghiasi media-media terbitan ibukota.

Apa yang disebut tentang amanah menjalankan UUD 45, sepertinya luput dari logika masyarakat Jakarta, entah karena apa, mungkin saja karena begitu kuatnya pencitraan yang dilakukan calon gubernur.

Lihat saja bagaimana Cagub-cawagub Jokowi – Ahok yang sama sekali tidak amanah menjalankan apa yang sudah dimandatkan rakyat, kini diciptakan sebagai tokoh yang seolah bersih dan mampu memberi harapan baru untuk masyarakat Jakarta.

Tak habis pikir bagaimana Jokowi yang kini tengah memegang amanah warga Kota Solo begitu entengnya lenggang kangkung mengejar jabatan yang lebih besar lagi. Begitupula Ahok, beberapa kali dirinya mangkir dari amanah rakyat. Saat Ahok menjabat Bupati Belitung Timur, tak sampai 1,5 tahun Ahok sudah mengejar jabatan Gubernur Babel.

Bahkan sebelum mencalonkan sebagai cawagub DKI, Ahok adalah anggotan DPR RI dari Fraksi Golkar, kemudian mencalonkan diri sebagai cawagub dan Ahok memilih pindah parpol ke Gerindra. Sungguh apa yang ditampilkan oleh kedua orang tersebut adalah contoh pragmatism politik paling jorok sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Adalah kewajiban masyarakat Jakarta untuk menolak mereka karena sikap tidak amanah terhadap jabatan yang dimandatkan rakyat.

Mumpung peringatan harikemerdekaanini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, alangkah baiknya bila para pemimpin bisa memanfaatkan bulan suci ini untuk intropeksi diri, minimal memikirkan "amanah" yang mereka emban sebagai kewajiban yang seharusnya mereka laksanakan dengan sebaik-baiknya. Semoga...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline