Lihat ke Halaman Asli

Meracau

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya sangat kacau karena ditinggal pacar. Dia sembunyi di balik batu dan berusaha menghilang. Tapi saya selalu tahu dia ada di mana. Dia pikir ilmunya sudah tinggi, bisa begitu mudahnya berlari. Lalu saya meracau...

Saya meracau bukan karena lapar. Sudah puas ia memporak porandakan perasaan. Seperti badai menghantam kapal hingga retak kayu-kayu di badannya. Siap untuk tenggelam. Tapi saya tak mau karam. Saya mau berontak. Lalu saya meracau....

Saya meracau karena dunia berpaling. Sudah habis ia mereguk pesona wanita. Kini sinarnya meredup. Tak ada pujian lagi. Hanya diam yang menyesak. Seperti gitar rusak yang tak bersenar. Gigi ompong dan menghitam. Tak boleh tersenyum. Nanti cercaan orang membuatmu tambah galau. Lalu saya meracau...

Habis kata-kata hina terbitlah kata-kata baru yang makin hina. Tamatlah Novel jadilah sinetron. Ada berita karena ada cerita. Ada cerita karena ada derita. Sang pacar sudah jauh dan tak akan berlabuh. Maka Jangan buang waktu.

Meracaulah sebisa ia tahu. Sampai panas kuping itu. Sampai penat kepala itu. Sampai terjerit hati itu. Sampai ia memohon ampun. Sampai ia meracau karena kacau.

July 2013




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline