Lihat ke Halaman Asli

Lepo Lorun, Surganya Tenun Ikat Sikka

Diperbarui: 21 Maret 2024   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengrajin menunjukkan motif kain tenun ikat kepada calon pembeli di Pasar Alok, Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (31/7/2018). Di Pasar Alok, setiap Selasa mulai pukul 06.0013.00 Wita merupakan hari khusus bagi perajin seantero Kabupaten Sikka dan daerah lainnya untuk menjual kain tenun ikat hasil kerajinan tangan yang dibuat dengan mesin tenun tradisonal. (ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR) 

Berbagai jenis suvenir dipajang berjejer pada sebuah pondok tradisional dari bahan bambu. Di bagian depan pondok, terdapat kain-kain tenun ikat khas Sikka dengan berbagai motif yang unik. 

Tidak jauh dari situ, seorang perempuan paruh baya sangat fokus meremas-remas seonggok kapas dan memisahkan daging kapas dari bijinya menggunakan alat yang disebut ngeung. 

Jari-jemarinya begitu telaten menggerakkan ngeung sehingga kapas terpisah secara sempurna dari biji. "Kapas-kapas inilah yang akan dijadikan bahan membuat benang yang dipakai untuk kain tenun ikat," kata Elisabeth Pagan.

Elisabeth Pagan merupakan satu dari beberapa perempuan yang tergabung dalam sentra industri Lepo Lorun yang terletak di Jln. Soverdi, Desa Nita, 10 km dari kota Maumere. 

Keberadaan Lepo Lorun menambah jejeran kelompok tenun ikat di tanah Sikka. Selain Lepo Lorun, ada Sanggar Budaya Blliran Sina di Watublapi, Kecamatan Hewokloang; kelompok Doniorin di Tanah Ai dan kelompok tenun Buen Bluduk di Desa Nangatobong, Kecamatan Watublama. 

Fakta ini menandakan masih eksisnya tenun ikat di tengah gempuran budaya modern dengan berbagai mode pakaian yang kian fashionable.
Menjaga Warisan Leluhur

Lepo Lorun didirikan dua puluh tahun lalu tepatnya pada 12 Mei 2004 oleh seorang perempuan bernama Alfonsa Horeng. Pendirian Lepo Lorun, ujar wanita kelahiran 1 Agustus 1974 itu, bertujuan untuk menjaga warisan tenun ikat yang sudah diturun-temurunkan dari nenek moyang. Inisiatif itu semula hanya iseng-isengan. Namun, hal itu semakin serius digeluti karena antusiasme dari ibu-ibu penenun. 

Adapun penenun itu merupakan ibu-ibu yang ada di sekitar kompleks desa Nita. Mula-mula hanya beberapa orang ibu yang bergabung di Lepo Lorun. Seiring waktu anggota bertambah banyak.

Keterlibatan mereka untuk bergabung bersama komunitas Lepo Lorun terjadi karena dua alasan. Pertama, tidak ada wadah yang menyatukan mereka sebagai suatu kelompok menenun.

Kedua, keterbatasan tempat. Rumah pribadi yang terlalu sempit menjadi kendala menenun. Lepo Lorun menyediakan tempat yang luas untuk menenun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline