Lihat ke Halaman Asli

Emilia KurniaDewi

Mahasiswa Ilmu Gizi

Gen Alpha, Gen Sehat Bebas Stunting

Diperbarui: 13 Januari 2024   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Hasil survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022 menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6%. Widwiono, perwakilan Badan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Tengah, melaporkan bahwa persentase stunting di daerah tersebut mencapai 20,9%, yang setara dengan sekitar 540 ribu anak mengalami keterlambatan pertumbuhan. Di Kota Solo tercatat presentase stunting mencapai 16,2%, hasil tersebut menempati Kota Solo berada di posisi kedua terbanyak Se Jawa Tengah. Oleh karena itu, pemerintah dengan tegas mengumumkan bahwa penanganan masalah stunting menjadi salah satu perhatian dan prioritas utama.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan stunting sebagai gangguan tumbuh kembang pada anak-anak yang ditimbulkan oleh kurangnya asupan gizi. Masalah ini, jika tidak ditangani dalam jangka panjang, dapat berdampak negatif pada pertumbuhan anak yang biasanya ditandai dengan tinggi badan di bawah standar usianya. Stunting, yang mencerminkan kurangnya asupan gizi yang memadai sejak awal kehidupan, tidak hanya membatasi pertumbuhan fisik anak, tetapi juga memberikan dampak yang meluas ke aspek kognitif, kesehatan, dan sosial. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan belajar yang terhambat, daya tahan tubuh yang rendah, dan rentan terhadap penyakit. Selain itu, kondisi ini juga dapat berdampak negatif pada aspek psikososial, menciptakan tantangan dalam hal percaya diri, integrasi sosial, dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sehari-hari. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Beberapa faktor dapat menjadi penyebab stunting, antara lain infeksi kronis, lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan anak dan kurangnya gizi. Faktor kurangnya asupan nutrisi dari protein hewani, nabati, dan zat besi mulai sebelum hingga setelah kelahiran. Kekurangan protein hewani dapat menyebabkan stunting, sehingga makanan seperti susu, telur, ikan, dan ayam sangat dianjurkan. Kementerian Kesehatan mengatasi permasalahan ini dengan mengkampanyekan pentingnya memberikan protein hewani kepada anak, khususnya mereka yang berusia di bawah 2 tahun. Setelah bayi mencapai usia 6 bulan, penting untuk secara rutin melakukan pengukuran, mengingat adanya makanan tambahan selain Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Pemahaman mengenai pentingnya asupan gizi yang cukup sejak awal kehidupan sangat krusial dalam pencegahan stunting. Oleh karena itu, edukasi kepada orang tua, terutama ibu hamil dan menyusui, mengenai pentingnya memberikan nutrisi yang baik sejak dini menjadi langkah yang sangat penting.

Ibu hamil memiliki peran yang sangat besar dalam mencegah stunting. Kesehatan ibu selama kehamilan mempengaruhi kondisi janin dan pertumbuhannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan yang melibatkan pendidikan gizi bagi calon ibu, akses mudah ke pelayanan kesehatan selama kehamilan, dan dukungan untuk pola makan sehat. Program-program pemberian suplemen gizi kepada ibu hamil juga dapat menjadi salah satu langkah efektif untuk memastikan bahwa kebutuhan gizi terpenuhi. Pencegahan stunting pada ibu menyusui juga memegang peran penting. Dukungan penuh pada ibu menyusui melibatkan penyediaan asupan gizi yang optimal, termasuk protein, zat besi, dan vitamin. Pendidikan gizi dan bimbingan psikososial membantu meningkatkan kualitas menyusui. Masyarakat yang mendukung praktik menyusui menciptakan lingkungan yang positif, memberikan rasa aman bagi ibu dan bayi.

Untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan optimal anak-anak adalah memastikan akses universal terhadap air bersih dan aman. Air yang bersih dan aman untuk dikonsumsi adalah elemen fundamental untuk mencegah penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Selain itu, fasilitas sanitasi yang memadai, seperti toilet dan tempat pembuangan limbah yang benar, sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi. Anak-anak yang terpapar lingkungan yang bersih memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dengan baik. Selain itu, kesadaran akan pentingnya kebersihan perlu ditingkatkan melalui program pendidikan masyarakat. Sosialisasi mengenai mencuci tangan dengan sabun, mengelola sampah dengan benar, dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar dapat membentuk pola perilaku yang mendukung kesehatan. Program ini dapat diterapkan di tingkat sekolah, pusat kesehatan, dan melalui media massa untuk mencapai dampak yang lebih besar.

Infeksi penyakit, terutama pada masa awal kehidupan, dapat memberikan dampak negatif yang signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Upaya pencegahan infeksi dimulai dengan meningkatkan akses terhadap perawatan kesehatan dasar, termasuk imunisasi rutin dan pengobatan yang tepat waktu. Imunisasi dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi yang dapat menghambat pertumbuhan anak-anak. Penting juga untuk mengidentifikasi faktor risiko lingkungan yang dapat meningkatkan kecenderungan infeksi, seperti akses yang terbatas terhadap air bersih dan sanitasi yang buruk. Penyediaan fasilitas air bersih yang memadai, sanitasi yang baik, dan manajemen limbah yang efisien dapat meminimalkan risiko infeksi. Keterlibatan aktif pemerintah dalam mendukung inisiatif pencegahan infeksi juga penting. Hal ini melibatkan alokasi anggaran untuk sistem kesehatan
yang kuat, penyediaan layanan kesehatan yang terjangkau, dan kampanye edukasi yang berkelanjutan. Melalui upaya bersama dalam pencegahan infeksi penyakit, kita dapat melindungi anak-anak dari risiko stunting dan menciptakan masyarakat yang lebih sehat, produktif, dan berdaya tahan terhadap tantangan kesehatan.

Pemantauan secara berkala terhadap berat dan tinggi badan anak di Posyandu juga menjadi kunci penting. Riskesdas menunjukan bahwa pemantauan pertumbuhan balita juga menunjukkan angka yang rendah, sekitar 64 persen balita yang menjalani pengukuran pertumbuhan tubuh lebih dari delapan kali selama 12 bulan terakhir. Sebaliknya, sekitar 33 persen balita hanya ditimbang kurang dari delapan kali, sementara sebagian sisanya tidak pernah mengalami pengukuran pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu tersebut tidak hanya membantu dalam mengukur keberhasilan intervensi gizi, tetapi juga berperan sebagai upaya deteksi dini masalah kesehatan gizi, sehingga penanganannya tidak terlambat. Dengan demikian, diperlukan usaha yang besar dan terarah dalam menyampaikan informasi mengenai pencegahan stunting secara luas dan sesuai target.

Masyarakat perlu diberdayakan dengan pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang dan praktik pencegahan stunting. Agar upaya ini berhasil, program penyuluhan dan pendidikan masyarakat harus dilaksanakan secara masif, melibatkan berbagai pihak seperti lembaga pendidikan, kelompok masyarakat, dan organisasi non-pemerintah. Informasi yang disampaikan harus dirancang agar mudah dipahami dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dapat merangsang perubahan perilaku positif terkait pola makan dan pemahaman tentang stunting. Tidak hanya itu, perlu dilakukan peningkatan pada sistem kesehatan secara menyeluruh. Hal ini mencakup peningkatan kapasitas, ketersediaan, dan aksesibilitas layanan kesehatan. Langkah efektif dapat diambil dengan meningkatkan jumlah dan kualitas pusat kesehatan, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta pemantauan pertumbuhan anak secara rutin. Dengan demikian, setiap anak dapat mendapatkan perawatan yang optimal sejak dini, mencegah terjadinya stunting. Selain itu, penyediaan nutrisi yang baik dan terjangkau harus menjadi prioritas dalam sistem kesehatan. Dengan memprioritaskan gizi sebagai bagian integral dari sistem kesehatan, dapat diharapkan bahwa angka stunting dapat diminimalkan, menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan produktif untuk masa depan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline