Kamis lalu, saya melakukan perjalanan ke Banda Aceh. Berangkat dengan menggunakan Lion Air, yang direncanakan akan berangkat jam 8.45. Lion Air untuk tujuan Sumatera menggunakan terminal 1B. Perjalanan pertama saya ke toilet diawali di ruang tunggu B1, kalau tidak salah. Kebetulan saya agak sakit perut, sehingga harus bergegas ke toilet yang berada di lantai bawah di ruang tunggu tersebut, dan menemukan salah satu toilet digunakan, sedangkan toilet lainnya rusak. Saya merasa tidak mungkin untuk menunggu ruang yang sedang digunakan, sehingga saya kembali ke atas dan mencari toilet di luar ruang tunggu. Namun ternyata, tidak ada toilet di luar ruang tunggu. Lalu saya masuk ke ruang tunggu di seberang, kebetulan terlihat sepi karena penumpang baru saja meninggalkan ruangan menuju pesawat. Akhirnya saya bisa menemukan toilet yang siap digunakan di situ. Catatan saya, dengan jumlah toilet yang terbatas, yaitu dua, seharusnya tidak boleh ada kerusakan. Terlebih, dengan kepadatan penumpang pada terminal tersebut dan kemungkinan terjadinya keterlambatan yang menyebabkan penumpukan penumpang, sebagaimana yang saya alami.
Keesokan harinya, kami kembali ke Jakarta. Kali ini dengan menggunakan Garuda, dengan transit selama 1 jam di bandara Kualanamu. Bandara Sultan Iskandar Muda menurut saya merupakan salah satu bandara ternyaman di Indonesia. Bandara ini merupakan bandara baru dengan jumlah penumpang yang tidak berlalu banyak. Setelah check in, kita menuju ke ruang tunggu di lantai atas. Bandara menyediakan eskalator untuk naik dan turun dari lantai 2, namun kedua eskalator tersebut terletak berseberangan, di masing-masing ujung ruagan check-in. Mungkin dibuat agar arus pengunjung yang naik dan turun tangga tidak menumpuk. Namun di samping eskalator juga disediakan tangga, yang memungkinkan pengunjung untuk naik turun tanpa harus berjalan ke masing-masing sudut ruangan tempat eskalator dipisahkan. Kebetulan sekali, tempat check-in Garuda berada di dekat eskalator turun. Dan ruang tunggu di lantai 2 juga tepat di depan eskalator turun. Karena itu, kita memilih untuk naik tangga. Setelah melewati pintu pemeriksaan dan masuk ke ruang tunggu yang cukup besar, seperti biasa saya mencari toilet. Tidak ada petunjuk toilet, tapi banyak penumpang menuju ke belakang ruang tunggu. Saya ikuti, ternyata toilet ada di ruangan bawah, sehingga kembali harus turun naik tangga.
Sesampai di Kualanamu, diumumkan bahwa keberangkatan pesawat ditunda sekitar 3 jam. Di bandara yang megah ini ruang tunggu, terdiri dari 8 atau 9 ruangan. Walaupun ada 8/9 ruangan, namun sebetulnya ruang tunggu tersebut hanya terdiri dari satu ruangan yang besar dengan satu pintu masuk, yaitu dari ujung ruangan, di ruang tunggu 8 atau 9. Di ruang tunggu yang besar tersebut, ternyata tidak ada toilet, sehingga penumpang yang sudah terlanjur masuk ke ruang tunggu, harus keluar. Masalahnya pintu ke luar hanya ada satu, kalau tidak salah di ruang tunggu 3. Jadi kita harus berjalan jauh untuk menuju toilet. Dan untuk masuk kembali ke ruang tunggu, kembali kita masuk melalui pintu 8/9. Jadi penumpang benar-benar harus menempuh perjalanan panjang untuk mencapai toilet.
Ada beberapa hal yang menarik dari toilet di bandara Kualanamu. Pertama, pintu-pintu toiletnya yang diberi gambar-gambar fancy, yang kurang pas dengan rancangan bandara secara keseluruhan. Kedua, di dalam toilet terdapat 5 urinoir, 1 di antaranya terletak di pojok yang sulit untuk digunakan karena posisinya yang sempit. Di antara ke 5 urionir tersebut, ada satu urionir untuk anak kecil, di mana lantai di bawahnya ditinggikan, bukan urinoirnya yang direndahkan. Hal lain yang menarik adalah terdapat sekitar 3-4 wastafel, namun hanya ada satu tempat sabun, yaitu di bagian pojok, sehingga sulit tentunya bagi pencuci tangan untuk menggunakan sabun.
Menjelang jam 14.00, akhirnya ada panggilan untuk masuk pesawat. Sesampai di Terminal 2F, saya langsung mengunjungi toilet yang berada di sebelah kiri sebelum penumpang berbelok ke ruang pengambilan bagasi. Toilet ini merupakan toilet favorit saya, karena jumlah urionirnya banyak, berjejer panjang, sehingga kita tidak perlu antri. Saya baru meninggalkan bandara sekitar jam 17.30 siap menembus kemacetan, dan sampai rumah sekitar jam 20.00 lebih, 12 jam sejak keberangkatan dari Banda Aceh. Berapa banyak waktu yang terbuang akibat penundaan pesawat. Kerugian waktu tidak hanya 3 jam penundaan pesawat, tetapi juga waktu yang terbuang karena jalanan yang macet akibat pesawat mendarat pada jam pulang kantor di akhir pekan. Belum lagi, kerugian akibat beberapa rencana yang gagal dilakukan. Saya tidak tahu apakah perusahaan penerbangan itu bisa ikut merasakan kerugian yang diderita oleh penumpangnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H