Lihat ke Halaman Asli

Menjual dan Membangun

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada dua berita di Koran Tempo kemarin, 13 Agustus 2010, yang tidak berhubungan namun bisa menjadi perbandingan. Berita pertama adalah sebuah berita mengenai keberhasilan Pemerintah memperoleh dana sebesar Rp. 1,37 T dari penjualan 3,1% atau 473,87 juta lembar saham PT Bank Negara Indonesia. Menteri Negara BUMN menyampaikan kabar ini dengan kegembiraan karena penjualannya laku keras, di mana permintaan mencapai3,95 kali dan Kementerian telah berhasil melewati target yang diberikan APBN, yaitu Rp. 1.2 T.

Berita kedua adalah mengenai pembangunan Gedung Baru DPR yang segera dilaksanakan karena pada saat ini telah memasuki tahap tender. Gedung ini akan dilengkapi dengan helipad, kafetaria, ruang khusus wartawan, dan teknologi informasi. Setiap anggota DPR akan memperoleh ruang sebesar 120 m, empat kali lebih besar dari ruangannya sekarang, yang dapat digunakan bersama dengan 1 orang asisten dan 5 orang staf ahli. Selain itu, ruang kerja anggota DPR masing-masing juga dilengkapi ruang rapat kecil, kamar istirahat, kamar mandi dan ruang tamu. Biaya pembangunan gedung tersebut, menurut wakil ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Pius Lustrilanang adalah sebesar Rp. 1,165 T, yang akan dibagi dalam 3 tahun anggaran.

Dari dua berita tersebut, maka kita dapat membandingkan bahwa gedung baru DPR senilai dengan kehilangan 3,5% kepemilikan Pemerintah di BNI. Selanjutnya, kalau kita perbandingkan lebih lanjut, BNI melaporkan peningkatan laba semester 1/2010 sebesar 61% atau mencapai Rp. 1,9 T dibandingkan laba semester 1/2009.Aset BNIpun tumbuh 11% dari Rp. 203 T pada semester 1/2009 menjadi Rp. 225 T pada semester 1/2010. Kredit yang diberikan mencapai Rp. 126,3 T dan sebagian besar, yaitu 46%, merupakan kredit usaha kecil dan menengah. Dengan demikian bisa dibayangkan kontribusi BNI kepada Pemerintah dan perekonomian secara keseluruhan, terutama untuk usaha kecil dan menengah.

Sementara kinerja anggota DPR adalah tingkat kehadiran pada masa persidangan ketiga menurun menjadi 70%. Penurunan ini terjadi pada masa kerja anggota belum mencapai1 tahun. Bahkan ada anggota DPR yang tidak pernah sekalipun menghadiri sidang paripurna. Sementara itu, sebagian anggota DPR yang hadir, sebagian terlihat tidur atau sibuk dengan perangkat elektroniknya.

Selain itu, sidang-sidang sering terpaksa dimulai terlambat, menunggu kehadiran anggota dewan. Berbagai rapat yang dilakukan juga tidak jelas hasilnya. Berbagai masalah penderitaan yang dialami rakyat, seperti ledakan tabung elpiji, kenaikan harga, dan penderitaan lainnya tidak menjadi perhatian mereka,walaupun mereka selalu mengatakan mereka bekerja demi menemukan kebenaran dan atas nama kepentingan rakyat. Belum lagi jika kita berbicara mengenai studi banding yang tidak jelas dan produktivitas menghasilkan undang-undang.

Dengan prilaku dan kinerja anggota DPR seperti sekarang ini apakah mereka memang berhak memperoleh gedung senilai 3,5% kepemilikan di BNI? Tidakkah hati mereka akan semakin tertutup dengan kemewahan yang diperoleh atau malah gedung tersebut kosong karena mereka tidak pernah mengantor. Bagi saya sendiri, kehilangan anggota DPR sebesar 30% masih lebih baik dibandingkan kehilangan kepemilikan saham BNI sebesar 3%, karena dengan demikian kita bisa mencegah kemubaziran membayar gaji orang-orang yang tidak memberikan nilai tambah. Seharusnya anggota DPR yang membolos langsung dipecat tanpa harus dicarikan penggantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline