Lihat ke Halaman Asli

Pelajaran dari Jalanan

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa hari yang lalu saya mendapat pelajaran dari dua orang pengemudi mobil yang agresif. Pelajaran yang saya peroleh adalah untuk dapat mempertahankan kemanusiaan kita di dalam lingkungan yang semrawut   - dengan aturan hukum rimba siapa yang kuat dan yang melanggar aturan yang menang - membutuhkan kemampuan untuk mengelola perhatian, kemampuan untuk memilih antara mempedulikan atau mengabaikan. Selama ini saya merasa salah dalam melakukan pilihan-pilihan tersebut.

Kembali ke cerita pengemudi agresif, mereka, seperti biasanya, tidak memberikan kesempatan sejengkalpun kepada kendaraan lain untuk mendahuluinya. Jika terlihat ada kendaraan lain yang ingin berpindah ke jalur yang mereka gunakan, dengan tergesa-gesa mereka menempelkan jarak dengan mobil di depannya sehingga tidak ada kesempatan bagi kendaraan lain untuk berada di depannya. Biasanya kita kesal dan terpancing untuk ngotot mendahului mereka, dan akibatnya terjadilah perlombaan untuk mengejar sejengkal ruang, melalui gas dan rem.

Jika mereka di belakang, mereka berusaha dengan segala cara untuk menyusul. Jika tidak diberi kesempatan, mereka akan mengintimidasi di belakang, dengan klakson dan lampunya. Mereka terus menerus berpindah-pindah jalur untuk menciptakan peluang menyusul kendaraan lain. Mereka selalu ingin dalam posisi terdepan. Biasanya banyak pengemudi lain yang terpancing. Mereka saling berkejar-kejaran untuk mendapat tempat di depan.

Saya sendiri biasanya paling terganggu dengan pengendara agresif yang berada di belakang. Tanggapan saya biasanya mempercepat mobil, tidak member I kesempatan mereka untuk menyusul. Pada kesempatan di mana lajur jalan lainnya tertutup oleh kendaraan yang berjalan lebih lambat, biasanya kendaraan umum, maka saya memperlambat kendaraan. Dengan sengaja saya menutup jalan mereka berharap mereka bertambah kesal.

Lama kelamaan, saya berpikir tindakan saya menghadapi pengemudi agresif sama menyebalkannya dengan prilaku mereka. Saya tertular dengan agresivitas mereka, suatu prilaku yang tidak saya inginkan. Pelajaran yang saya peroleh adalah jika saya mempedulikan dan bereaksi terhadap para pengemudi agresif, maka saya akan tertular sifat mereka. Cara yang terbaik sebetulnya adalah mengabaikan dan menganggap mereka tidak ada. Mereka adalah sekelompok orang yang tidak pantas mendapat perhatian dari saya.

Di jalanan, kita cenderung untuk lebih memperhatikan pengemudi-pengemudi yang melakukan pelanggaran aturan lalu lintas yang mengganggu dan menghambat perjalanan kita. Memperhatikan mereka menyebabkan kekesalan dan kemarahan, dan sering menyebabkan kita juga tertular untuk melakukan tindakan-tindakan seperti yang mereka lakukan karena frustrasi tidak terlihat upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran. Tidak adanya penegakan hukum ini seakan-akan memberikan sinyal bagi anggota lalu lintas lainnya bahwa pelanggaran ditolerir sehingga orang lain juga melakukannya, menimbulkan efek tular yang semakin lama menjadi suatu pelanggaran masal. Pelanggaran masal ini  bisa jadi menggambarkan keputus-asaan kita mengenai tidak terdapatnya kepastian hukum dan penghargaan terhadap aturan yang berlaku di jalan raya.

Dari jalanan, saya memperoleh pelajaran, dengan memperhatikan dan memperdulikan pelanggar lalu lintas dan pengemudi agresif akan menyebabkan kita untuk kesal, marah dan pada akhirnya ikut-ikutan tertular prilaku mereka dan menjadi bagian dari mereka, sekelompok orang yang sebetulnya tidak kita sukai.

Agar saya tidak terpengaruh dan terganggu dengan prilaku pengemudi agresif dan pelanggar aturan lalu lintas, maka saya perlu mengalihkan perhatian saya kepada hal-hal lain. Pilihan jatuh kepada orang-orang yang terpinggirkan di jalan raya dan juga orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Beberapa kelompok orang yang terpinggirkan dan tidak diperhatikan di jalan raya adalah orang-orang yang tidak menggunakan kendaraan bermotor. Contohnya adalah pejalan kaki, pemulung yang menarik gerobak, dan pedagang kaki lima yang mendorong gerobaknya dan menggunakan sepeda.

Pejalan kaki merupakan kelompok yang semakin tidak diperhatikan di jalan raya. Trotoar semakin mengecil untuk pelebaran jalan. Trotoar yang semakin sempit terkadang juga digunakan oleh motor dan pedagang kaki lima. Pejalan kaki sering harus berjalan tidak di trotoar dengan risiko tersambar kendaraan. Belum lagi ketika hujan mereka harus berjalan dalam becek dan risiko terkena air semprotan dari kendaraan yang berjalan cepat melewati genangan air. Pejalan kaki harus berjuang untuk menyeberangi jalan. Pilihannya adalah dengan menggunakan jembatan penyeberangan yang jarak satu dengan lainnya cukup jauh. Atau mengambil risiko tersambar kendaraan yang berjalan cepat menyeberangi jalan raya yang jarang memiliki zebra cross . Di masa lalu, kita diajarkan menyeberang jalan dengan menengok ke kanan terlebih dahulu, dan setelah melewati setengah jalan, menengok kendaraan dari arah sebelah kiri. Sekarang ini setelah selamat kita melewati separuh jalan, bukan berarti kita bisa konsentrasi hanya melihat ke satu arah saja. Motor-motor yang sering menyalip kendaraan dengan menggunakan jalur yang berlawanan bisa muncul tiba-tiba dengan kecepatan tinggi dan menyambar penyeberang. Dulu seingat saya sempat ada kampanye untuk menghormati pejalan kaki dan penyeberang jalan.

Kelompok berikutnya adalah pemulung penarik gerobak dan pedagang kaki lima yang mendorong gerobaknya. Lebih dari pejalan kaki, mereka harus menarik atau mendorong gerobak yang cukup besar untuk bisa menggunakan trotoar. Mereka terpaksa menggunakan jalanan. Dengan beban yang berat, mereka tidak bisa berjalan cepat, sehingga cenderung untuk menghambat arus lalu lintas yang berada di belakang mereka. Sementara terlihat sekali, bahwa sebetulnya mereka tidak ingin menyusahkan orang lain. Mereka juga terlihat seakan-akan tidak memiliki hak untuk menggunakan jalanan. Karena itu mereka berusaha menarik atau mendorong gerobaknya secepatnya, walaupun berat. Berusaha untuk berada di posisi sepinggir-pinggirnya atau terpaksa harus sering berhenti agar tidak menghalangi pengguna jalanan lainnya. Mereka juga jauh lebih menderita dibandingkan pejalan kaki jika harus menyeberang jalan. Mereka lebih sulit menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga harus berjalan lebih jauh. Pada jalan-jalan yang rusak berlubang, para pedagang yang mendorong gerobak dan menggunakan sepeda lebih menderita dibandingkan pengguna mobil dan motor. Mereka harus berhati-hati berjalan di antara lubang-lubang yang besar agar barang dagangan tidak terjatuh atau rusak. Karena itu, terkadang mereka sering nekat ke tengah jalan, mencari jalanan yang lebih mulus, agar terhindar dari lubang-lubang yang besar.

Pengguna jalan raya lainnya yang membutuhkan pertolongan adalah pengemudi mobil dan motor yang ingin berbelok atau memotong jalan. Dalam situasi padat merayap, biasanya mereka tidak diberi kesempatan untuk berbelok, sehingga harus menunggu lama atau mencoba dengan cara paksa.

Dengan lebih memperhatikan kelompok-kelompok pengguna jalan yang terpinggirkan dan membutuhkan pertolongan, memberi kesempatan kepada kita untuk berbuat kebaikan dengan cara yang sederhana, yaitu memberi kesempatan kepada mereka untuk menyeberang  dan menggunakan jalanan sesuai dengan kemampuan mereka. Sekaligus kita dihindarkan untuk tertular prilaku jahat  melanggar aturan dan bertindak agresif mengintimidasi yang lemah. Saya sendiri sudah mulai mencoba menerapkan pelajaran ini. Ternyata tidak mudah dan sering lupa. Tapi rasanya tetap lebih nyaman untuk memberi daripada merampas hak orang lain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline