Lihat ke Halaman Asli

Emilianus Elip

Direktur Yayasan Nawakamal Mitra Semesta (https://nawakamalfoundation.blogspot.com)

Stigma Sosial, Emang Menyakitkan!

Diperbarui: 3 April 2023   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Stigma Sosial, Emang "Menyakitkan"!

Oleh: Emilianus Elip dan Aspi Kristiati

https://nawakamalfoundation.blogspot.com

Lima orang dengan disabilitas prikologis (ODDP) atau sering disebut ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) ini baru ditemukan atau dilaporkan oleh Puskesmas pada Januari 2021. Tiga ODDP yang pertama adalah Ratno (26 -- bukan nama sebenarnya), Jumangi (24), dan yang perempuan Rusmiah (22). Mereka tinggal di desa di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian Barat. Sementara dua ODDP berikutnya yaitu Pangkur (27 -- bukan nama sebenarnya) dan Trimo (28), tinggal di desa di wilayah Kabupaten Kulonprogo bagian Utara. Yang menarik adalah, mengapa baru sekarang (di Januari 2021) mereka ini ditemukan atau dilaporkan oleh masyarakat, dan kemudian diketahui oleh Puskesmas, dan akhirnya kabar tersebut sampai ke Tim RS Jiwa Ghrasia-Yogyakarta dan Tim Nawakamal. Padahal jika melihat penampilan fisik dan cara komunikasi para ODDP ini --ketika tim melakukan home visite dan assessment-- mereka sudah mengalami gangguan kejiwaan cukup lama. Mengapa?

Kisah ini secara khusus tidak banyak menyinggung soal medis-psikologis gangguan mental, tetapi ingin menyoroti dari sudut budaya khususnya "stigma sosial negatif" yang di-cap-kan atau dilebelkan oleh masyarakat kepada para ODDP dan keluarganya. Stigma sosial adalah penolakan atau diskriminasi terhadap seseorang berdasarkan karakteristik sosial atau tingkah laku tertentu yang membedakan mereka dari anggota masyarakat lainnya. Hal ini bisa juga disebut labeling (memberi cap tertentu) yang mengaitkan seseorang dengan serangkaian karakteristik yang tidak diinginkan masyarakat. (https://pallipedia.org/social-stigma/). Stigma sosial amat berhubungan dengan budaya masyarakat. Mereka yang ter-stigmatisasi, sadar maupun tidak, akan disingkirkan, dijauhi, diremeh, dll. Salah satu ahli sosial yang memulai mengkaji tentang stigma sosial ini adalah Emile Durkeim, dengan konsep awalnya yang disebut "deviance" (https://socialsci.libretexts.org/).

Pada setiap kelompok budaya masyarakat, memiliki istilah atau penamaan yang berbeda-beda. Di Jawa umumnya para ODDP ini dilabeling dengan istilah orang gila, wong edan, orang sinting, wong ora genep (orang yang pikirannya tidak lengkap), wong ngengngleng (orang yang melamun terus), dll. Itu dari sudut istilah, tetapi jika dilihat dari sudut persepsi kultural, para ODDP ini dipandang sebagai anak haram, anak yang tidak diinginkan, atau orang tuanya dan nenek moyangnya dianggap memiliki dosa-dosa dan kesalahan sosial yang parah. Dari aspek ini saja sudah jelas dampak sosialnya, mereka dianggap orang kelas dua, tidak berguna, bahkan mungkin dianggap tidak memiliki hak sosial apa-apa.

Keluarga yang memiliki anggota keluarga ODDP pasti akan malu, sangat malu secara sosial. Kondisi seperti ini tidak hanya dialami orang desa saja. Para pejabat bahkan bangsawan, yang memiliki anggota keluarga ODDP pun juga merasakan sangat malu. Mereka rata-rata akan menyingkirkan "anak" ini ke tempat atau kota lain dititipkan ke panti rehabilitasi. Atau kalau tidak, akan disekap di dalam rumah dan jangan sampai ketahuan masyarakat umum. Bagi orang desa yang rata-rata hidup pas-pasan atau miskin, dengan rumah yang tidak begitu besar, tetangga yang relatif berdekatan, serta pola kehidupan sosial yang masih erat, tidak bisa tidak pasti akan diketahui khalayak jika memiliki anggota keluarga ODDP. Itulah sebabnya bagi orang desa ini, tekanan stigma sosial negatif terasa menjadi beban sangat berat.  

dokpri

Apa dampak selanjutnya bagi keluarga di pedesaan yang memiliki ODDP? Yang mereka pikirkan hanya satu: bagaimana dan dengan cara apapun si anak ODDP ini harus sembuh! Apa artinya sembuh? Sembuh seperti anak atau orang "normal" lainnya! Mereka belum sepenuhnya sadar dan percaya dengan model pengobatan rehabilitasi medis. Atau mungkin belum pernah mendengar bagaimana pegobatan medis untuk ODDP tersebut, karena penyadaran tentang isu kesehatan mental ini juga masih sangat minim dilakukan pemerintah. Maka yang mereka lakukan adalah menjual harta benda dan tanah untuk berburu "dukun" kemanapun yang dipandang mujarab. Semuanya itu dilakukan demi menghilangkan rasa "malu" stigma sosial negatif.

Apakah masih ada dampak lain bagi keluarga? Masih sangat banyak dan berat. Anggota keluarga, bahkan melibatkan keluarga besar, akan saling menyalahkan satu sama lain. Sangat memungkinkan terjadi perpecahan keluarga, perceraian orang tua si anak ODDP, jatuh miskin karena harta benda dan tanah ludes, dll. Belum lagi si ODDP, jika mengidap skizofrenia akut, tidandai dengan ciri gejala mudah marah, berteriak-teriak, atau terus menerus melamun, bahkan menggelandang dan mengganggu keamanan dan ketenteraman tetangga (memang tidak semua bergejala seperti ini). Maka para tetangga pasti akan mendesak orang tua si ODDP agar dia di pasung saja. Kebanyakan orang tua tidak tahan terhadap preasure para tetangga ini, dan kemudian memasung si anak di dalam kamar khusus atau dibuatkan rumah kecil tersendiri dari papan atau bambu dan dikunci dari luar. Tidak ada kamar mandi dan toilet. Kalau masih sering mengamuk tidak jarang si ODDP di rantai kakinya, atau tangan, atau kedua-duanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline