Masalah energi adalah santapan yang selalu hangat diperbincangkan bagi semua kalangan di negeri ini. Bidang energi merupakan ranah yang multi-karya, didalamnya menaungi banyak keilmuan dan ahli dari berbagai bidang. Oleh karena itu, problematika yang berkaitan dengan energi memiliki kesinambungan antara satu dengan yang lainnya sehingga diperlukan solusi yang komprehensif dan integratif dari berbagai bidang keilmuan.
Untuk membangun kemandirian energi nasional, Indonesia harus bisa terlebih dahulu unggul pada bidang-bidang strategis seperti: teknologi, ekonomi, hukum, dan sosial. Hal terpenting dalam pengembangan bidang-bidang tersebut adalah pendidikan. Terlebih lagi, pendidikan untuk pembangunan dan pengembangan energi terbarukan.
Sampai saat ini, Indonesia belum serius mengembangkan potensi sumber energi terbarukan yang melimpah. Jika kita lihat dari sisi pendidikan, ketidakseriusan ini terlihat dari masih sedikitnya program studi di bidang energi terbarukan. Kebanyakan program studi yang berkaitan dengan energi masih berkutat pada sumber energi tidak terbarukan (fosil) seperti: teknik pertambangan dan teknik perminyakan. Satu-satunya prodi di Indonesia yang intensif mengkaji energi terbarukan ialah teknik geothermal, itupun hanya dibuka pada program S2 di teknik perminyakan ITB. Sumber daya manusia yang dibutuhkan masih sangat kurang dibandingkan dengan banyaknya potensi sumber daya alamnya.
Jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Kanada, atau bahkan jiran kita, Malaysia, Indonesia bisa dikatakan kalah start. Dengan konsumsi BBM rata-rata 1,4 juta barel per hari dan jumlah produksi (lifting) 935.292 barel per hari, serta cadangan minyak bumi yang tinggal 18 miliar barel, seharusnya Indonesia menyadari bahwa kondisi ini akan membawa malapetaka krisis energi bila tidak segera ditangani dengan serius salah satunya dengan membuka program studi untuk energi terbarukan di seluruh Indonesia. Untuk menghindari malapetaka tersebut, Indonesia, khususnya Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan para ahli energi, dapat segera membuka dan memperbanyak program studi di bidang energi terbarukan.
Peranan civitas akademika dalam pengembangan energi terbarukan sangat diperlukan mengingat banyak sumber energi terbarukan di Indonesia yang belum dimanfaatkan dengan maksimal karena masih memerlukan riset dan kajian yang mendalam. Peta kekayaan sumber energi terbarukan Indonesia termasuk golongan terkaya di dunia, diantaranya: panas bumi (geothermal) menyimpan potensi 27.710 Megawatt atau setara dengan 19 miliar barel minyak bumi. Bio-energy sebesar 49.810 Megawatt. Energi hidro berpotensi memenuhi pasokan energi sebesar 75.670 Megawatt. Dan masih banyak potensi energi terbarukan lainnya yang dimiliki Indonesia.
Ironis memang, negara yang kaya dengan sumber energi terbarukan belum mempunyai konsentrasi pendidikan tinggi yang fokus mempelajarinya. Di sisi lain, banyak negara yang mengkaji dan mempelajarinya. Menurut penulis, langkah awal dalam mengembangkan energi terbarukan di Indonesia ialah dengan membuka dan mengekspansi program studi teknik seperti: teknik geotermal, teknik bio-energy, teknik mikohidro dan sebagainya. Hal ini sebagai titik tolak pengembangan energi terbarukan nasional. Pembangunan
Dengan pendidikan, semua potensi tersebut dapat dimaksimalkan dan direalisasikan sehingga Visi 25/25 Pengelolaan Energi Nasional yakni terjaminnya penyediaan energi untuk kepentingan nasional dapat terwujud. Dalam skala yang lebih besar, Indonesia dapat menjadi pilot contries dalam pengembangan energi terbarukan dunia internasional. Untuk komersialisasi energi terbarukan, Pertamina sebagai BUMN yang mengelola hasil bumi Indonesia sangat berpotensi melipatgandakan keuntungan dengan hadirnya sarjana-sarjana teknik energi terbarukan. Hal tersebut bukanlah hal yang mustahil karena dengan sokongan riset dan pendidikan yang diadakan oleh prodi teknik energi terbarukan di Indonesia, Pertamina dapat mengekspansi produknya khususnya produk energi terbarukan ke mancanegara.
Sebagai kesimpulan, Indonesia membutuhkan terobosan di bidang pendidikan untuk mewujudkan kemandirian energi nasional. Terobosan awal untuk pengembangan energi terbarukan dapat dilakukan dengan membuka prodi teknik energi terbarukan. Harapannya, jangan sampai ‘penjajahan’ energi fosil nasional oleh pihak asing meluas ke bidang energi terbarukan karena kita lalai untuk mengembangkan, memanfaatkan, dan memaksimalkan potensinya yang melimpah ruah di bumi pertiwi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H