[caption id="attachment_387814" align="aligncenter" width="350" caption="Sebuah Toko di Kuala Tungkal (doc. pribadi,30/12/14@Ka.Tungkal)"][/caption]
Mikro e
Di Kuala Tungkal Kota di Timur Jambi ini merupakan daerah dataran rendah dengan potensi perikanan, tambak yang cukup menggiurkan “penjajah.” Seandainya Serikat Perusahaan Dagang seperti EIC (East Indian Company) dan VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) tahu keunggulan Kuala tungkal, penulis yakin para pegawai Serikat Dagang itu akan mampir dulu di Kuala Tungkal bukan di Malaka, Malaku, Jayakarta maupun Banten. Itu dugaan berdasar seandainya sejak abad ke-15 Kuala Tungkal tidak terlalu dipenuhi hutan. Perlu diketahui bahwa orang Inggris menyebut Indonesia dan sekitarnya duluEast Indian (Hindia Timur), sedangkan orang belanda menyebutnya Ooost-Indische (Hindia Timur).
di sudut lain fakta Kuala Tungkal, angin laut dan angin darat membantu nelayan di Muara sungai Pengabuan (tak jauh dari pusat kota Kuala Tungkal) untuk mencari ikan, namun sekarang rata-rata nelayannya tidak menggunakan perahu layar tapi mesin atau cukup dengan dayung.
Di balik itu ada keunikan di kota ini. Mungkin penulis aja yang baru tahu. Pertama, kardus bisa mendatangkan rezeki, sekilonya dihargai Rp600. Kedua, tempat telur (berbahan seperti kardus) satunya dihargai Rp250. Ketiga, baju bekas sekotak (ukuran koak air minum mineral 240ml) dihargai Rp.100000 . Keempat, kerak hidung bisa dihargai dengan rupiah kalau kita sudah gila (hehhe becanda). Kelima, di sebuah toko, harga teh celup 3 bungkus Rp2000, 2 bungkus Rp1500, 1 bungkus Rp1000. Ini terjadi karena pada level pedagang eceran (tidak boleh rugi sebagaimana di level mana pun) yang paling memungkinkan dengan satuan nilai nominal yang tersedia maka dibuatlah ketetapan seperti itu berdasarkan modal perbungkusnya Rp550. Jika dijual Rp850 maka sangat repot sebab satuan terkecil nilai nominal adalah (koin) Rp50. Untuk mensiasati agar harga terjangkau konsumen maka teh celup dijual 3 bungkus Rp2000, 2 bungkus 1500, 1 bungkus Rp1000.
[caption id="attachment_387816" align="aligncenter" width="500" caption="Pengumpul Kardus dan Kegiatannya (Doc.Pribadi,30/12/14@Ka.Tungkal)"]
[/caption]
[caption id="attachment_387817" align="aligncenter" width="500" caption="Barang Bekas: Kotak Kardus & Tempat Telur (doc.Pribadi,30/12/14@Ka.Tungkal)"]
[/caption]
Makro e
E, ngomong-ngomong tingkat inflasi sekarang berapa persen ya? Pernahkah inflasi terjadi di zaman kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara? Apakah inflasi itu alamiah? Apakah VOC memiliki wewenang mencetak uang di Nusantara? Bagaimana monopoli perdagangan yang dilakukan VOC mempengaruhi tingkat harga rempah-rempah? Apakah Serikat Dagang Eropa menuju Hindia timur (sebutan orang Eropa untuk Indonesia) ada kaitannya dengan mahalnya harga rempah-rempah di pusat perdagangan Laut Tengah?
Kenapa di abad ke-15 Konstantinopel (Byzantium/Romawi Timur) takluk oleh Khilafah Islamiah Turki? Benarkah perseteruan di muka bumi ini adalah perseteruan kelas pedagang? Kenapa walisongo tidak malu dengan kegiatan berdagang? Bagaimana perekonomian kerajaan Islam Nusantara yang perkembangannya beriringan dengan kedatangan bangsa Eropa?
Apakah hikmah di balik pemerintahan sepanjang sejarah dunia adalah pentingnya menjaga kesatuan dan kemampuan pemimpin mengadakan koalisi untuk menguatkan kerajaan?
Kenapa Sinetron Abad Kejayaan atau kamulfase dari King Sulaeman menimbulkan pro dan kontra? Kenapa di turki tayangan itu tidak ditayangkan? Apakah gambaran film itu tidak mencerminkan sejarahnya? Untuk apa sejarah itu terdistorsi dengan disengaja? Siapa yang menyiapkan itu? Apakah di baliknya ada perseteruan kelas pedagang?
Mengingat kata pak Mahfud,ketika ia berkhutbah Jum’at (23/6/2011) di INDOPOS: Orang mempelajari sejarah supaya tidak terperosok ke jurang yang sama seperti orang-orang terdahulu, jadi kalau kita ingin enak berhati-hatilah dalam hidup. Kata Pak Mahfud lagi, ada yang bilang pemerintahan kita ini merupakan pemerintahan eselon II dan III. Sering terjadi kemacetan yang mencakup urusan birokrasi. Pada level ini urusan baru bisa berjalan kalau didorong dengan uang atau diintervensi dari atas. Makanya koneksi politik atau perkoncoan dengan pejabat tinggi menjadi sangat menentukan lancar dan tidaknya urusan di birokrasi. Bisa jadi pejabat yang lebih tinggi daripada penguasaeselon-eselon tersebut tidak mengetahui permainan di bawahnya karena dia pejabat pendatang baru dari ranah politikyang tak paham seluk-beluk birokrasi sehingga mudah dipermainkan dan dibohongi. Masuk akal kan kalau pemerintahan di Indonesia ini adalah pemerintahan eselon II dan III? Sampai 13 tahun jalannya reformasi, birokrasi kita belum berubah, bahkan dengan seirus Pak Mahfud bilang birokrasi keranjang sampah.[1]
Menyambung kata Pak Mahfud, bukankah memungkinkan adanya Konspirasi dibalik uang fiat (uang atas-unjuk[2]) yang berevolusi dari uang komoditas standar emas? Benarkah seandainya uang fiat tak lagi dianggap bernilai maka orang akan kembali ke emas?
Eh.. Emas yang dulu membacking uang kertas sekarang ada di mana ya?
Simak struktur kognitif uang di PKS HANCUR bagian 12!
Bersambung...
Read more:
[1] Ariyanto. 2013. Mahfud MD: Hakim Mbeling. Konstitusi press. Jakarta. Hal 16-17.
[2] Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi edisi Keenam (terjemahan oleh Fitria Liza & Imam Nurmawan. Hal 78-79.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H